#Bebaskan PalestinaOPINI

Yahudisasi, Upaya Zionis Hilangkan Tanah, Etnis, Wilayah dan Situs Suci di Palestina

Kolonialisasi yang terjadi di Palestina saat ini merupakan konsekuensi dari Yahudisasi yang dilakukan Israel di Palestina sebagai perwujudan ide Theodor Herzl mengenai Zionisme.

Herzl memimpikan tanah Palestina menjadi milik bangsa Yahudi dalam balutan negara Israel. Baginya, Palestina adalah “tanah tanpa orang, untuk orang tanpa tanah.” Herzl menyatakan, Kongres Zionis pertama di Bassel, Swiss, pada Agustus 1897, merupakan bagian dari pendirian negara Yahudi. Sehingga dapat dikatakan bahwa Zionisme merupakan akar dari kolonialisasi di Palestina.

Ilan Pappe, seorang sejarawan dan aktivis sosial ekspatriat Israel, berpendapat bahwa Zionisme merupakan kata lain dari penjajahan, gerakan yang ingin mengambil tanah Palestina dengan kekerasan. Definisi ini tidak berlebihan jika kita membandingkan kenyataan bahwa pada 1897 ketika dilakukan kongres pertama Zionisme di Bassel, Swiss, jumlah populasi bangsa Arab di Palestina mencapai 95 persen dan 99 persen tanahnya dimiliki oleh bangsa Arab. Namun, setelah okupasi, tanah Palestina dikuasai 90 persen oleh Israel dan didesain hanya boleh dipergunakan oleh Yahudi.

Akibat Yahudisasi, tidak hanya tanah Palestina yang direbut ataupun penduduk Palestina yang terusir, namun seluruh aspek identitas Palestina dicerabut dan digantikan dengan Identitas Yahudi. Hal ini tidak hanya sebatas lanskap dan demografi. Yahudisasi merupakan proses untuk mengubah Palestina menjadi Yahudi dengan sejumlah prosedur dan strategi yang dibuat Zionis untuk menghancurkan empat pilar besar di Palestina yaitu tanah air, manusia, identitas dan tempat-tempat suci.


Yahudisasi melalui tanah dilakukan oleh Zionis dengan merampas tanah-tanah penduduk Palestina secara terorganisir dan sistematis. Hal ini secara besar-besaran dilakukan melalui peristiwa Nakbah pada 1948 yang menyebabkan hilangnya 78 persen wilayah Palestina, dan masih berlangsung hingga saat ini sehingga hanya tersisa 15 persen saja tanah Palestina.

Adapun Yahudisasi secara manusia dilakukan dengan menghilangkan eksistensi bangsa Palestina melalui pembersihan etnis. Ini dilakukan agar jumlah penduduk etnis Yahudi menjadi mayoritas di wilayah Palestina. Momen Nakba 1948 menjadi peristiwa pengusiran besar-besaran pertama yang terjadi di Palestina. Lebih dari 160.000 ribu jiwa menjadi korban dan 750.000 penduduk Palestina terusir dari tempat tinggalnya. Hingga kini, dengan mendapat dukungan penuh militer Israel dan Lembaga Pendanaan Yahudi Nasional (The Jewish National Fund/ JNF), usaha pembersihan etnis Palestina masih terus dilakukan secara massif.

Zionis juga melakukan Yahudisasi secara identitas dengan melakukan toponimi wilayah yaitu dengan mengubah nama-nama wilayah di Palestina yang tadinya menggunakan istilah Arab menjadi istilah Yahudi/Ibrani. Ada ribuan wilayah yang diubah namanya, termasuk kota Al-Quds diubah menjadi Urshalim dalam penyebutan bahasa Arab, Nazareth atau Al Nasirah diubah menjadi Nazrat, sedangkan Jaffa diubah menjadi Yafo. Tujuan perubahan ini adalah untuk menghilangkan jejak identitas Palestina di negaranya sendiri.

Terakhir, Zionis melakukan Yahudisasi terhadap situs-situs Islam yang terdapat di Palestina. Sejak Nakba 1948, ratusan masjid, pemakaman, dan situs-situs religius lain di Palestina telah dihancurkan oleh Israel, bahkan diubah menyadi bar dan klub malam. Masjid Al-Majdal di Ashkelon misalnya, diubah Israel menjadi restoran/bar sekaligus museum sejarah Ashkelon. Hal ini tidak hanya terjadi di kota Ashkelon, tetapi juga di Jaffa (Yaffa), Al-Ramla (Ramalah), Lod, dan kota lainnya. Demikian pula masjid Al-Aqsha yang merupakan situs tersuci umat Islam di Palestina, ikut diyahudisasikan dengan dibangunnya sejumlah sinagog di bawah masjid Al-Aqsha dan dilakukannya ibadah ritual Yahudi di dalam Al-Aqsha.

Oleh karenanya, menjadi sangat penting bagi masyarakat dunia khususnya Indonesa, untuk melakukan penolakan terhadap Yahudisasi yang dilakukan Zionis. Jika tidak, maka Palestina akan hilang dari peta dunia, sebagaimana hilangnya Palestina dari peta Google. Upaya perampasan tanah dan pembersihan etniis Palestina juga harus segera dihentikan sebab bertentangan dengan hukum internasional dan telah jauh melewati batas-batas kemanusiaan. []

Fitriyah Nur Fadilah, Head of Research and Development Departement Adara Relief International.

Artikel Terkait

Back to top button