NASIONAL

Yayasan DeBINTAL Gelar Diskusi dan Peluncuran Film Dokumenter “Taubatnya Sang Teroris”

Jakarta (SI Online) – Bertepatan dengan momentum Hari Pahlawan 10 November, sejumlah eks narapidana teroris (napiter) yang bernaung di bawah Yayasan Dekat Bintang dan Langit (DeBINTAL) menggelar diskusi bertema “Menjaga NKRI dengan Nilai-Nilai Pahlawan” dan peluncuran film dokumenter berjudul “Taubatnya Sang Teroris”.

Hadir dalam acara yang digelar di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Rabu sore (10/11/2021) itu M. Najih Arromadloni (Wakil Sekretaris BPET MUI), Wachid Ridwan (Sekretaris Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional PP Muhammadiyah), Gamal Abdillah Maulidi (eks Napiter, Ketua Yayasan DeBINTAL), dan Hendro Fernando (eks Napiter, Sekjen Yayasan DeBINTAL).

Selain itu, hadir juga Aznop Priyandi (eks Napiter, Kepala Divisi Dakwah dan Media DeBINTAL) dan Brigjen (Pol) R Ahmad Nur Wahid, Direktur Pencegahan BNPT.

Film dokumenter “Taubatnya Sang Teroris” berisi tentang testimoni sejumlah eks napiter yang pernah terlibat dalam gerakan Jamaah Anshorud Daulah (JAD) atau pendukung ISIS pada rentang waktu 2014-2017.

Aznop misalnya, adalah pengurus DeBINTAL yang pernah dipenjara di LP Nusakambangan. Ia mengaku bergabung dengan JAD pada 2014, lalu ditangkap Densus 88 pada 2017. Aznop bebas dari penjara pada 1 Januari 2021 lalu.

Kemudian Gamal, mengaku bergabung dengan jaringan JAD pada 2016 dan merupakan bagian dari jaringan Bekasi. Ia ditangkap Densus 88 pada 9 Juli 2018 dan baru bebas pada 22 Juli 2020 lalu.

Terkait dengan topik diskusi, Kepala Divisi Dakwah dan Media DeBINTAL Aznop Prizandi mengatakan, menjaga NKRI berarti telah menjaga warisan perjuangan para syuhada dan pahlawan kemerdekaan terdahulu.

“Kita tahu karena para kiai dan santrilah akhirnya 10 November dijadikan Hari Pahlawan dimana resolusi jihad dikumandangkan untuk melawan penjajah Sekutu yang diboncengi tentara Belanda saat itu. Maka inilah hasilnya, kemerdekaan Indonesia dengan segala kelebihan dan kekurangannya,” kata Aznop, Rabu (10/11/2021).

Aznop mengatakan, jika melihat kekurangan yang ada di negeri ini bukan berarti harus memusuhi, memerangi dan menyakiti tanah kelahiran sendiri. Sebab perubahan bisa dilakukan dengan kelembutan dan hikmah.

“Kenapa harus memilih jalan terjal jika ada di sana ada jalan yang mudah,” kata Aznop.

1 2Laman berikutnya
Back to top button