SUARA PEMBACA

Kenapa Harus Impor Garam?

Harga garam di tingkat petambak di pantai utara Jawa Barat anjlok. Tak tanggung-tanggung, garam kini hanya dihargai Rp300 per kilogram. Bahkan, tidak menuntut kemungkinan garam bisa menyentuh level Rp50 per kilogram mengingat panen raya akan segera datang. “Tentu kami sangat mengkhawatirkan dengan terus anjloknya harga garam,” kata Toto, petambak garam di Desa Rawaurip, Kabupaten Cirebon. (Republika.co.id, 4/7/2019).

Garam merupakan salah satu komoditi strategis karena selain merupakan kebutuhan manusia, garam juga digunakan sebagai bahan baku industri.

Indonesia merupakan Negara yang kekayaan alamnya sangat melimpah ruah sehingga dijuluki sebagai Negara maritim dan agraris. Dengan luas laut mencapai 70 persen dari total luas wilayah, Indonesia seharusnya memiliki potensi dan peluang menjadi salah satu Negara pengekspor garam terbesar di dunia mengalahkan Negara-negara pengekspor garam lainnya seperti Belanda, Jerman, Chili, Kanada, India, dan lain-lain.

Alih-alih melakukan optimalisasi produksi dalam negeri dengan memberikan support pada petani lokal, pemerintah justru mengambil langkah pendek dengan melakukan aktivitas impor.

Sungguh naif, Negara dengan kekayaan lautan yang begitu melimpah masih mengandalkan impor garam dari Negara lain yang notabene kekayaan lautannya lebih rendah dari Indonesia. Karena itu, pasti ada yang tidak beres ihwal kebijakan pengelolaan komoditas yang proses produksinya sungguh sederhana ini, yaitu dengan cara menguapkan air laut.

Sebanyak-banyaknya sumber daya yang dimiliki oleh suatu Negara apabila tidak dikelola dengan baik dan profesional maka sumber daya tersebut tidak akan bernilai apa-apa bahkan Negara tersebut sedikit demi sedikit akan mengalami kehancuran dari segala bidang.

Semua ini butuh peran negara yang memiliki semangat meriayah (mengatur urusan) masyarakat. Itulah negara yang memiliki visi besar untuk meraih kemerdekaan hakiki dengan mewujudkan kesejahteraan masyarakat tanpa bergantung pada pihak lain. Itulah negara yang penguasanya memahami bahwa ia mengemban tanggung jawab besar yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Karena itu, ia akan bersungguh-sungguh dalam menjalankan amanahnya serta tidak menyelisihi perintah Allah dan RasulNya. Wallahu a’lam.[]

Tawati
Aktivis Dakwah Muslimah Majalengka

Artikel Terkait

Back to top button