Kengerian di Sebalik Bendera Pelangi
Pelangi adalah fenomena alam yang terjadi karena pembiasan sinar matahari oleh tetesan air hujan yang ada di atmosfir, sehingga terbentuklah susunan warna-warni yang indah. Karena keindahannya inilah kaum gay di Amerika Serikat kemudian terinspirasi menggunakannya sebagai lambang eksistensi mereka di publik.
Adalah Gilbert Baker, seorang seniman yang juga aktivis gay Amerika Serikat, yang menciptakan lambang itu di tahun 1978. Bermula dari seorang pengawas kota San Fransisco, Harvey Milk, yang juga seorang gay, meminta Baker untuk membuat bendera sebagai simbol gerakan dukungan hak-hak gay dalam parade kota. Alasannya karena pelangi adalah bagian dari magis alam dan keindahan warna-warnanya mewakili keberadaan LGBT, yang berasal dari beragam latar belakang dan ras. Baker menganggap kaum gay membutuhkan sesuatu yang natural, universal dan indah seperti pelangi. Mereka berhak atas simbol yang dirancang sendiri, yang berasal dari mereka sendiri, yang bisa memperkuat eksistensi mereka.
Bermula dari parade kota San Fransisco, hingga kemudian meluas ke seluruh dunia. Bendera pelangi akhirnya menjadi ikon kaum LGBT yang ditandai dengan diresmikannya bendera ini oleh Asosiasi Bendera Internasional sebagai simbol LGBT pada tahun 1986. Sekarang kita jumpai bendera ini semakin berani dan terang-terangan dikibarkan oleh kaum LGBT dan para pendukungnya. Warna-warninya yang indah mengkamuflase segala fakta yang ada di baliknya. Tak terbayangkan kebobrokan apa yang tersembunyi di balik keindahan warna-warna pelangi itu. Betapa mengerikannya apa yang ada di sebalik bendera pelangi tersebut. Kaum LGBT mengkamuflase kebobrokan mereka dengan berlindung di balik bendera pelangi.
LGBT Berbahaya!
Perilaku kaum LGBT yang kian marak dan terang-terangan ini sangat meresahkan karena merusak generasi muda dan bisa menghancurkan keberlangsungan hidup umat manusia. Tak hanya jelas menyimpang, tetapi juga perilaku kaum LGBT ini sangat berbahaya dari berbagai sisi kehidupan.
Dari sisi kesehatan; perilaku menyimpang kaum LGBT ini bisa menularkan berbagai penyakit seperti kanker anal, kanker mulut, sipilis, kanker cerviks, HIV/AIDS dan sarcoma kaposi. Penyakit-penyakit ini menular akibat interaksi dan perilaku menyimpang kaum LGBT. Perilaku seks bebas antar sejenis yang semakin marak ini terutama berperan besar dalam meningkatkan jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia. Dokter spesialis kulit dan kelamin, dr Dewi Inong Irana, memaparkan bahwa kelompok lelaki seks dengan lelaki (LSL) atau yang dikenal sebagai LGBT 60 kali lipat lebih mudah tertular HIV/AIDS dan penularan yang paling mudah melalui dubur. Data dari CDC (Centers for Disease Control and Prevention) AS pada 2010 ini jika dibandingkan dengan data pada 2008 menunjukkan peningkatan 20 persen.
Sementara, wanita transgender memiliki risiko terinfeksi HIV 34 kali lebih tinggi dibanding wanita biasa. Lebih lanjut, data CDC pada 2013 di Amerika Serikat, dari screening gay (pemeriksaan terhadap kaum gay), yang berusia 13 tahun ke atas, 81 persen di antaranya telah terinfeksi HIV dan 55 persen di antaranya terdiagnosis AIDS.
Laporan Human Rights Watch (HRW) menyebutkan bahwa sejak tahun 2007 jumlah pengidap HIV di kalangan pria homoseksual telah naik lima kali lipat. Pengidap HIV di kalangan pria homoseksual di Indonesia naik dari 5 persen di tahun 2007 menjadi 25 persen di tahun 2015. Ditambahkan bahwa dalam 10 tahun terakhir prevalensi di kalangan laki-laki yang berhubungan seks dengan sesama laki-laki meningkat sampai 500%, yang berarti semakin banyak laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki yang terkena HIV.