LAPORAN KHUSUS

Kengerian di Sebalik Bendera Pelangi

Berdasarkan data Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian kesehatan RI, hingga Maret 2017 tercatat jumlah penderita HIV sudah mencapai 242.699 jiwa dan penderita AIDS mencapai 87.453 jiwa. Data tersebut juga menggambarkan bahwa pengidap AIDS terbanyak ada pada usia produktif, yakni 20-29 tahun. Sementara, HIV sendiri biasanya berkembang menjadi AIDS dalam waktu kurang lebih 10 tahun. Hal ini berarti, terdapat banyak penderita AIDS yang sudah menderita HIV sejak usia anak.

Dari sisi pendidikan; Perilaku penyimpang seperti LGBT memiliki dampak yang sangat buruk bagi keberlangsungan pendidikannya. Dimana sekitar 28% siswa dan siswi yang mengalami LGBT akan melakukan putus sekolah. Pada faktanya, seorang siswa dengan LGBT memiliki permasalahan putus sekolah 5 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi atau siswa normal lainnya karena mereka merasakan ketidakamanan. (National Gay and Lesbian Task Force, “Anti-Gay/Lesbian Victimization,” New York, 1984). Murid dengan LGBT rentan memiliki masalah di lingkungan sekolahnya. Perasaan tidak nyaman dan tidak aman siswa dengan LGBT lambat laun akan membuat mereka mencari lingkungan baru yang lebih menerima mereka.

Dari sisi sosial-moral; Penelitian menyatakan “seorang gay mempunyai pasangan antara 20-106 orang per tahunnya. Sedangkan pasangan zina seseorang (pria atau wanita) tidak lebih dari 8 orang seumur hidupnya.” (Corey, L. And Holmes, K. Sexual Transmissions of Hepatitis A in Homosexual Men.New England J. Med., 1980, pp 435-438).

43% dari golongan kaum gay yang berhasil didata dan diteliti menyatakan bahwasanya selama hidupnya mereka melakukan homo seksual dengan lebih dari 500 orang. 28% melakukannya dengan lebih dari 1000 orang. 79% dari mereka mengatakan bahwa pasangan homonya tersebut berasal dari orang yang tidak dikenalinya sama sekali. 70% dari mereka hanya merupakan pasangan kencan satu malam atau beberapa menit saja (Bell, A. and Weinberg, M. Homosexualities: a Study of Diversity Among Men and Women. New York: Simon & Schuster, 1978).

Sungguh fakta yang mengerikan. Betapa rusaknya moral masyarakat yang membiarkan bahkan melindungi perilaku menyimpang semacam ini. Seolah tak ada rambu-rambu yang berlaku di tengah masyarakat, semuanya bebas dan boleh saja dilakukan asal senang dan tak merugikan orang lain. LGBT dianggap biasa dan bukan suatu penyimpangan apalagi tindak kriminal. Tak terbayangkan kehancuran masyarakat di masa mendatang jika hal ini terus didiamkan.

Dari sisi keamanan; Dengan semakin maraknya LGBT di tengah masyarakat, maka semakin meningkatkan angka kriminalitas. Banyaknya kasus pelecehan seksual, tindak asusila, perzinahan yang semakin merajalela, penganiayaan bahkan pembunuhan, serta tindak kriminal lainnya. Dan anak-anak adalah korban yang paling rentan terkena dampaknya. Betapa seringnya kita melihat kasus-kasus yang menjadikan anak sebagai korban pelecehan seksual, pencabulan, penganiayaan bahkan sampai berujung pada hilangnya nyawa.

Buah Sistem Rusak

Kian merajalelanya homoseksual dan lesbianisme merupakan buah dari penerapan sistem yang rusak. Pemisahan agama dari kehidupan (sekulerisme) yang diterapkan oleh negeri ini telah membuka lebar-lebar pintunya untuk bermacam pemikiran yang sangat bertentangan dengan Islam. Liberalisme sebagai bagian dari sekulerisme dan kapitalisme menjadi tameng untuk membenarkan segala macam pemikiran, paham, ide maupun perbuatan meski bertentangan dengan norma yang berlaku. Semuanya boleh kecuali agama. Tidak boleh ada campur tangan agama sama sekali dalam urusan negara.

Laman sebelumnya 1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button