Mantan Napi Teroris Tulis Buku ‘Hijrah dari Radikal kepada Moderat’
Jakarta (SI Online) – Mantan narapidana kasus terorisme, Haris Amir Falah (56), meluncurkan buku berjudul “Hijrah dari Radikal kepada Moderat.”
“Saya mencoba menulis perubahan pemikiran dan sikap saya tentang ajaran Islam, yakni dari paham yang ekstrem dan radikal menjadi moderat,” kata Haris dalam sebuah diskusi tentang bukunya di kawasan Jakarta Timur, 20 Februari 2020.
Haris mengakui, pemberian judul atas bukunya dengan menggunakan istilah “radikal” dan “moderat” akan memancing kontroversi.
Kata “Radikal” selama ini definisinya terus diperdebatkan. Secara filosofis, radikal bermakna secara mendasar. Namun kata ini belakangan digunakan dengan stigma politik untuk paham atau aliran yang menginginkan perubahan politik dengan cara kekerasan. Sementara kata ‘moderat’ di kalangan aktivis pergerakan Islam selama ini sudah terstigma sebagai liberal.
Haris menjelaskan, penggunaan kata ‘radikal’ (tasyaddud) lebih menonjol untuk kepentingan pemasaran buku. Ia mengakui, istilah yang paling tepat sebenarnya adalah ekstrem (ghuluw).
“Kalau zaman orde baru, istilah yang dipakai ekstrimis. Tapi sekarang yang dipakai radikal. Bagaimanapun juga buku ini kan dijual juga” kata Haris berseloroh.
Haris Amir Falah merupakan mantan napiter yang pernah menjalani hukuman penjara 4,5 tahun. Ia ditangkap ditangkap aparat keamanan dalam kasus pendanaan latihan militer (i’dad) di Jantho, Aceh pada 2010. Kasus ini juga menyeret Ustaz Abu Bakar Baasyir (ABB).
“Sebenarnya dari buku yang ditulis berjudul dari radikal ke moderat ini, menceritakan tentang perjalanan hidup saya sepanjang mempelajari tentang Islam kemudian berinteraksi dengan berbagai organisasi gerakan yang ada di Indonesia,” kata Haris.
Bahkan, kata Haris, di dalam buku tersebut rekam jejak ditulis semenjak duduk di bangku kelas 2 SMA hingga sekarang ini.
Dia mengatakan, tentang moderat yaitu sikap teguh memegang Islam, dan saat yang bersamaan menghormati segala perbedaan, serta akhirnya melahirkan sikap yang santun.
Jadi menempatkan diri menjadi seorang moderat itu, tidak sama dirinya menggeser diri dari radikal kepada liberal. Moderat yang dimaksud antara antara radikal dan liberal.
“Seorang yang moderat itu, bukan berarti saya mengatakan semua agama itu, sama atau semua agama itu, benar. Saya punya prinsip bahwa yang benar itu, adalah Islam, tetapi membangun toleransi memberikan hak hidup kepada agama yang lain, sesuai dengan keyakinan masing-masing,” katanya.
Saat ditanya apakah peluncuran bukunya terkait dengan kampanye deradikalisasi oleh pemerintah, Haris membantahnya. Ia mengaku tidak ada pesanan apapun dari BNPT. “Seumur-umur saya cuma pernah dua kali jadi narasumber di BNPT,” kata dia.
Bagi kalangan ‘jihadis’ nama Haris Amir Falah tidaklah begitu asing. Pria kelahiran Jakarta ini pernah aktif di Majelis Mujahidin dan menjabat sebagai Ketua Lajnah Perwakilan Jakarta pada 2001-2008, kemudian ia menjadi Amir Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) Jakarta pada 2008-2010, dan Amir Jamaah Ansharut Syariah (JAS) Jakarta pada 2013-2016.
Selepas keluar dari organisasi, ia aktif berdakwah dan menjadi Pembina Lembaga Da’wah Thoriquna sejak 2017 hingga sekarang.
red: farah abdillah