Ketuhanan Yang Berkebudayaan Itu Musyrik
Jakarta (SI Online) – “Lawan atau lawan, lawan atau biarin?”, “Lawan, Lawan, Allahu Akbar.”
Begitu Ustaz Muhammad al Khathath menyemangati ratusan jamaah masjid Asy-Syafiiyah yang hadir dalam Tabligh Akbar Melawan Neo Komunisme, Ahad (5/7) di Masjid Al Barkah, Balimatraman, Tebet, Jakarta Selatan.
Ia menjelaskan bahwa negara Indonesia dasarnya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa seperti disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945.
“Itu mutlak tidak bisa diganti. Kalau diganti kita wajib untuk membelanya, wajib untuk berjihad fi sabilillah,” jelasnya.
Artinya, bila diganti dengan gotongroyong, maka sudah bukan Pancasila lagi. Seperti dalam RUU HIP, Pancasila akan diperas menjadi Trisila dan kemudian Ekasila.
“Oleh karena itu seandainya Majelis Ulama tidak segera bertindak mengeluarkan Maklumat menolak RUU HIP, mungkin kita sudah disesatkan UU HIP yang mengganti Ketuhanan Yang Maha Esa dengan gotong royong. Padahal hidup kita tanpa Ketuhanan Yang Maha Esa, enggak ada artinya lagi,” kata Sekjen Forum Umat Islam (FUI) ini.
Kita berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, akan kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ketuhanan yang berkebudayaan itu musyrik.
“Kita jangan sampai teritpu dengan ini. Ini juga menunjukkan bahwa anggota DPR yang merumuskan RUU HIP ini patut dicurigai mereka orang yang anti Tuhan Yang Maha Esa. Jangan-jangan mereka tidak pernah shalat dan bagaimana orang yang tidak percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, terpilih menjadi wakil rakyat,”terangnya.
Ustaz Al Khathath juga menjelaskan bahwa yang penetapan Hari Pancasila 1 Juni, adalah satu kesalahan. Harusnya Hari Lahir Pancasila itu 18 Agustus.
Baca juga: Sama dengan Yusril, Refly Harun: Hari Lahir Pancasila 18 Agustus 1945
“Karena ketika ditetapkan 1 Juni, umat Islam tidak ada yang protes, maka mereka bergerak lebih jauh mengusulkan Pancasila diperas menjadi Trisila dan kemudian Ekasila,”jelasnya.
Sementara itu Pimpinan Perguruan Islam Asy-Syafiiyah, KH Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i menjelaskan, Perguruan Islam asy-Syafiiyah dan DKM Masjid Al Barkah bersama Alumni 212, jamaah dan umat Islam siap untuk berjuang dan berjihad melawan dan menumpas menumpas kebangkitan nekomunisme di Indonesia.
“Jangan lengah dan selalu waspada ingat nasib anak dan cucu kita kelak, jika komunis kembali berkuasa dan merongrong kedaulatan NKRI tercinta,” papar Kiai Rasyid.
Kiai juga menganjurkan agar umat Islam di masjid-masjid atau mushola-mushola urunan untuk membuat spansuk melawan RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) atau neo komunis ini.
Sedangkan mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ustaz Abdullah Hemahadua menyemangati jamaah masjid agar menjiwai semangat pahlawan kemerdekaan dalam memperjuangkan Islam di tanah air.
“Para pahlawan dulu berjuang mencegah para misionaris yang ingin menguasai negeri ini. Baik misionaris Portugis maupun Belanda,”jelasnya.
Ia juga mendorong peserta tabligh akbar agar menolak keras RUU HIP yang berbau komunis ini. “Mereka sengaja memilih pemimpin yang tidak paham Islam. Mereka memilih pemimpin yang sekuler,” terangnya.
[Nuim Hidayat]