Demo Tolak Omnibus Law Rusuh, YLBHI Tuding Kepolisian Lakukan Pelanggaran
Jakarta (SI Online) – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyatakan polisi “telah melakukan pelanggaran peraturan Kapolri” saat menangani aksi massa yang menolak pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja, pada 6-8 Oktober 2020.
Lembaga ini mencatat tindakan kekerasan oleh aparat polisi terjadi di 18 provinsi dan dinilai melanggar Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Penanggulangan Anarki.
Pernyataan ini dikeluarkan ketika ribuan orang yang terdiri dari buruh, pelajar, dan mahasiswa di beberapa wilayah ditangkap selama tiga hari rangkaian aksi protes.
Belasan orang yang mayoritas mahasiswa di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat dan Kota Parepare, Sulawesi Selatan juga dilaporkan luka-luka.
Namun Mabes Polri berdalih apa yang dilakukan jajarannya saat menghadapi pengunjuk rasa “sudah sesuai aturan”.
Direktur YLBHI, Asfinawati, mencatat tindakan kekerasan yang dilakukan kepolisian dalam menangani aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Omnibus Law terjadi di 18 provinsi di seluruh Indonesia, di mana, para pengunjuk rasa dihalang-halangi dengan cara ditangkap sebelum melakukan aksi.
“Apa yang terjadi hari ini betul-betul menggambarkan Telegram Kapolri yang akibatnya menimpa korban sangat banyak,” ujar Asfinawati dalam jumpa pers daring, Kamis (08/10).
“Banyak massa aksi ditangkapi di jalan-jalan, di stasiun, bahkan di jembatan,” sambungnya.
Asfin menyebut jika merujuk pada Peraturan Kapolri tentang Penanggulangan Anarki, kepolisian bisa membubarkan massa jika terjadi kericuhan.
Tapi yang terjadi di lapangan, katanya, penembakan gas air mata dan meriam air dilakukan ketika massa sedang menyampaikan pendapatnya atau berorasi.
“Kalaupun mau dibubarkan bukan massa, tapi orang yang membuat kericuhan.”
YLBHI menilai kepolisian sebagai aparat negara sudah menjadi “alat pemerintah agar Omnibus Law diberlakukan.”
Selain penangkapan, YLBHI juga menerima laporan adanya pemukulan dan penelanjangan terhadap pengunjuk rasa yang ditangkap. Hal itu, menurutnya, menunjukkan “brutalitas polisi”.
Tak cuma itu, para pendamping hukum di beberapa daerah tak diberi kesempatan untuk melakukan pendampingan terhadap orang-orang yang ditangkap.
sumber: bbc news indonesia