OPINI

Cabut UU Cipta Kerja Sialan!

Di Gedung Sate Bandung berkumpul para pekerja yang bersiap-siap melakukan aksi long march menuju Gedung DPR Senayan Jakarta. Agenda long march menyusuri berbagai kota dan kabupaten akan disambut berbagai komunitas buruh atau masyarakat. Semangat perjalanan adalah untuk mendesak pencabutan UU Omnibus Law atau UU Cipta Kerja.

Di media sosial muncul alasan desakan pencabutan di antaranya UU ini tidak berpihak pada buruh atau pekerja tetapi sekadar mengabdi pada kepentingan majikan atau pemilik modal, memperkokoh rezim investasi, serta melegalisasi penumpukan hutang luar negeri. Peserta aksi di antaranya menyebut UU Omnibus Law sebagai UU haram jadah dan sialan.

UU yang menjadi bukti bahwa penyelenggara negara menganut paham kapitalis ini memang layak dicabut. Bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 yang mengarahkan pada pembangunan sistem ekonomi berfondasi kerakyatan dan kekeluargaan. Kapitalisme adalah penjajahan oligarki atas buruh dan rakyat.

Secara hukum UU Omnibus Law atau Cipta Kerja ini juga cacat. Mahkamah Konstitusi telah menetapkan UU tersebut cacat formil. Proses pembentukannya menginjak-injak aspek prosedural. Sengaja memanipulasi demi tujuan investasi, hutang luar negeri dan oligarki. Meski MK juga ternyata masih mengabdi pada rezim oligarki dengan memberi ruang perbaikan prosedural selama dua tahun.

Lucu, ironi, dan catatan gelap hukum telah ditorehkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Bagaimana suatu UU yang “cacat formil” masih dinyatakan berlaku hingga dua tahun perbaikan? Kewarasan hukum semestinya menegaskan bahwa UU yang cacat formil itu tidak berlaku hingga dilakukan perbaikan!

Aksi sejuta buruh tanggal 10 Agustus 2022 harus disikapi serius oleh pemangku kebijakan. UU Omnibus Law dipandang buruh sebagai penindasan atas hak-hak pekerja. Gerakan perlawanan akan terus menggelinding dan menggumpal. Tidak selesai pada 10 Agustus. Sulit diterima kuatnya pikiran otoriter untuk memaksakan UU Omnibus Law. UU yang menurut peserta aksi itu haram jadah atau sialan.

UU Omnibus Law cacat sempurna sebagai produk hukum. Secara yuridis terbukti sebagaimana diputuskan MK. Secara filisofis UU ini melawan prinsip keadilan. Menzalimi pekerja dan memanipulasi seolah-olah demi menciptakan lapangan kerja. Secara sosiologis ditolak baik mahasiswa maupun kaum pekerja. UU Omnibus Law adalah UU tipu-tipu dan pemaksaan rezim sesat.

Buruh adalah bagian dari rakyat yang melawan melalui aksi-aksi. Sepanjang tidak ada pencabutan diduga aksi akan berkelanjutan dan apabila sampai mogok nasional terjadi mungkin dampak perekonomian akan luar biasa. Buruh bersatu sulit dikalahkan.

Gerakan solidaritas buruh di Polandia dahulu mampu menumbangkan kekuasan Kapitalis dan Komunis. Lech Walesa pimpinan gerakan adalah tokoh pembangkang sekaligus penerima Nobel Perdamaian. Aksi yang berujung mogok nasional mengubah peta politik Polandia.

Nah, mungkinkah gerakan buruh di Indonesia dengan isu Omnibus Law mampu melahirkan Lech Walesa lain yang mampu mengubah peta politik bangsa Indonesia? Kita ikuti saja “long march” perjuangannya.

M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 6 Agustus 2022

Artikel Terkait

Back to top button