Mengoreksi Penguasa Itu Wajib
Setiap Muslim mempunyai kewajiban ber-amar makruf nahi mungkar atau nasihat. Nasihat adalah hak dan kewajiban bagi setiap orang ketika menyaksikan kemungkaran atau kezaliman. Sebagaimana hadits Nabi Saw, “Agama adalah nasihat; untuk Allah, Rasul-Nya, para pemimpin kaum Muslim dan orang-orang awam.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Nasihat sebagai upaya mengubah perilaku mungkar atau zalim tidak dapat dilepaskan dari konteks dakwah bil lisan (baik lisan maupun tulisan) Nabi Saw bersabda, “Siapa saja yang menyaksikan kemungkaran, hendaknya mengubahnya dengan tangan-nya. Jika tidak mampu, hendaknya dengan lisannya. Jika tidak mampu, hendaknya dengan hatinya. Itulah selemah-lemah iman.” (HR Muslim).
Kewajiban memberikan nasihat ditujukan baik kepada individu maupun institusi seperti kepada penguasa. Ketika penguasa melakukan kemungkaran, rakyat wajib mengoreksinya, karena bisa jadi akan menyengsarakan rakyatnya. Kemungkaran seperti ini wajib diungkapkan kepada publik. Ini biasa disebut kasyful khuthath wal mu’amarah (membongkar rancangan dan konspirasi jahat) atau kasyful munkarat (membongkar kemungkaran).
Inilah dalil yang menunjukkan ketika para sahabat dan ulama shalih menasihati para penguasanya mencontoh Rasulullah Saw. Pertama, Rasulullah Saw tidak segan-segan mengumumkan perbuatan buruk yang dilakukan oleh pejabatnya di depan kaum Muslim, agar pelakunya bertaubat dan pejabat lainnya tidak melakukan perbuatan serupa.
Imam Bukhari dan Muslim menuturkan sebuah riwayat dari Abu Humaid Al-Sa’idi bahwasanya ia berkata: “Rasulullah Saw mengangkat seorang laki-laki menjadi amil untuk menarik zakat dari Bani Sulaim. Laki-laki itu dipanggil dengan nama Ibnu Luthbiyyah. Ketika tugasnya telah usai, ia bergegas menghadap Nabi dan Nabi menanyakan tugas-tugas yang telah didelegasikan kepadanya. Ibnu Lutbiyah menjawab, ”Bagian ini kuserahkan kepada Anda, sedangkan yang ini adalah hadiah yang telah diberikan orang-orang (Bani Sulaim) kepadaku.”
Rasulullah berkata, ”Jika engkau memang jujur, mengapa tidak sebaiknya engkau duduk-duduk di rumah ayah dan ibumu, hingga hadiah itu datang sendiri kepadamu.” Beliau pun berdiri, lalu berkhutbah di hadapan khalayak ramai. Setelah memuji dan menyanjung Allah SWT, beliau bersabda,”’Amma ba’du. Aku telah mengangkat seseorang di antara kalian untuk menjadi amil dalam berbagai urusan yang diserahkan kepadaku. Lalu, ia datang dan berkata, ”Bagian ini adalah untukmu, sedangkan bagian ini adalah milikku yang telah dihadiahkan kepadaku. Apakah tidak sebaiknya ia duduk di rumah ayah dan ibunya, sampai hadiahnya datang sendiri kepadanya, jika ia memang benar-benar jujur? Demi Allah, salah seorang di antara kalian tidak akan memperoleh sesuatu yang bukan haknya, kecuali ia akan menghadap kepada Allah SWT dengan membawanya. Ketahuilah, aku benar-benar tahu ada seseorang yang datang menghadap Allah SWT dengan membawa onta yang bersuara, atau sapi yang melenguh, atau kambing yang mengembik. Lalu, Nabi Saw mengangkat kedua tangannya memohon kepada Allah SWT, hingga aku (perawi) melihat putih ketiaknya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Inilah dalil sahih yang menunjukkan bahwa Rasulullah pernah menasihati salah seorang pejabatnya dengan cara mengungkap keburukannya secara terang-terangan di depan publik. Beliau tidak hanya menasihati Ibnu Luthbiyyah dengan sembunyi-sembunyi, akan tetapi membeberkan kejahatannya di depan kaum Muslim.