TELADAN

Mendambakan Penguasa Amanah

“Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un”, dengan ekspresi sedih kata-kata itulah yang meluncur dari bibir Umar bin Abdul Aziz (680-720) sesaat setelah beliau dilantik sebagai Amirul Mukminin pada kekhilafahan Umayyah.

Suatu ungkapan kegelisahan dan kesedihan dari seorang muslim yang diserahi amanah kekuasaan oleh rakyatnya.

Setibanya di rumah, Umar bin Abdul Aziz bukannya berpesta pora atas dilantiknya sebagai penguasa negara,tetapi justru gelisah, sedih dan menangis.

Dalam benaknya, terbayang jutaan rakyatnya siap menuntutnya di hadapan Pengadilan Allah pada hari kiamat nanti jika ia tidak bisa melayani, mengayomi,dan melindungi mereka.

Karena itu, bagi beliau,amanah kekuasaan yang baru saja beliau terima adalah ‘musibah besar’. Beliau menyadari betul sabda baginda Nabi Saw: “Sesungguhnya kekuasaan itu amanah, pada Hari Kiamat nanti ia akan berubah menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mengambilnya dengan haq dan menunaikan apa yang diamanahkan di dalamnya.” (HR. Muslim).

Itulah antara lain profil seorang Khalifah atau Presiden yang amanah, yang dengan jabatannya sebagai Khalifah, bukannya angkuh dan sombong, tetapi justru merasa sedih karena amanah yang diembannya bukan saja dipertanggung jawabkan kepada rakyatnya tapi juga kepada Allah swt di akhirat kelak.

Kini semua harus kembali meluruskan niat, atas motif apakah jabatan tersebut. Seorang pengemban amanah berupa pangkat dan jabatan, apapun tingkatannya, mulai yang terkecil sampai yang terbesar, dituntut untuk menjalankannya dengan maksimal. Pejabat versi syariat tak lebih dari seorang wali anak yatim dan tukang ‘angon’ saja.

Setiap amanah berupa materi dan non materi di mata Allah SWT adalah tanggung jawab besar dan kelak akan dipertanyakan pada Hari Kiamat. Sekali lagi para pejabat perlu mawas diri dengan ancaman Nabi Saw:

عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُولَ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: مَا مِنْ عَبْدِ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً, يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ, وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ, إِلَّا حَرَّمَ اَللَّهُ عَلَيْهِ اَلْجَنَّةَ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Ma’qil Bin Yasâr Radhiyallahu anhu berkata, aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang hamba pun yang diberi amanah oleh Allâh untuk memimpin bawahannya yang pada hari kematiannya ia masih berbuat curang atau menipu rakyatnya, melainkan Allâh mengharamkan surga atasnya. [Muttafaq alaih].

Dalam hadits yg lain disebutkan,Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَيُّمَا رَاعٍ غَشَّ رَعِيَّتَهُ فَهُوَ فِي النَّارِ

“Siapapun pemimpin yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di neraka.” (HR. Ahmad).

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button