Pemimpin yang Kita Harapkan
Leiden is lijden. Pemimpin itu menderita. Itu adalah perkataan Kasman Singodimedjo kepada gurunya Haji Agus Salim. Perkataan itu keluar, karena Agus Salim mengritik Kasman yang saat itu datang ke rumahnya yang jalannya becek, dengan mengangkat sepeda. Agus Salim menyatakan bahwa sekarang fungsi sepeda dan manusia terbalik. Mendengar itu, Kasman kemudian menyatakan leiden is lijden.
Pemimpin itu ada dua. Pemimpin formal dan pemimpin informal. Pemimpin formal adalah pemimpin yang tertulis sebagai pimpinan dalam sebuah organisasi. Apakah organisasi kampus, masyarakat sipil, tentara, wilayah atau negara. Pemimpin formal menjalankan tugasnya sesuai dengan yang tertulis dalam organisasi itu.
Pemimpin informal adalah pemimpin yang dianggap pemimpin sebenarnya oleh masyarakat. Pemimpin seperti ini mungkin tidak menjabat resmi suatu organisasi, tapi pemikirannya mempengaruhi organisasi itu. Ia mungkin anggota bukan ketua, tapi ide-idenya mewarnai organisasi itu. Ia mungkin bukan presiden, tapi gagasan-gagasannya disambut hangat oleh rakyat.
Dari cara mengambil keputusan, pemimpin juga bisa dibagi menjadi dua. Pemimpin otoriter dan pemimpin demokratis. Pemimpin otoriter adalah tipe pemimpin yang sulit mendengar masukan dari pihak lain. Kepercayaan kepada dirinya terlalu besar, sehingga sering menyulitkan orang lain.
Baca juga: Pemimpin dan Pemimpi
Pemimpin demokratis adalah pemimpin yang mau mendengar masukan pihak lain. Ia teliti dan perbandingkan semua masukan yang ada, lalu dipilihnya yang terbaik. Para Nabi, khususnya Nabi Muhammad termasuk tipe ini. Rasulullah sering mendengar masukan dari sahabatnya dan kemudian beliau pilih yang terbaik.
Maka dalam Islam, masalah kepemimpinan dilakukan dengan musyawarah. Tokoh-tokoh umat berkumpul melakukan musyawarah siapa pemimpin yang terbaik untuk mereka. Bermusyawarah untuk memilih presiden, gubernur, walikota, camat dan sebagainya.
Model pemilihan voting seperti saat ini, sebenarnya tidak tepat dalam Islam. Pemilihan voting menjadikan ‘siapapun bisa menjadi pemimpin’ asal punya dana yang besar, iklan yang massif dan jaringan pengikut.
Padahal pemimpin harusnya diseleksi secara ketat oleh para tokoh umat atau tokoh masyarakat. Dipilih dan ditimbang pemikiran calon pemimpin itu, gaya hidupnya, kepribadiannya, hobinya dan lain-lain.
Pemimpin dalam Al-Qur’an, disebut khalifah fil ard. Utusan Allah yang bertugas untuk memakmurkan bumi dan isinya. Bukan merusak bumi. Dalam surat al Baqarah ayat 30, Allah SWT menyatakan, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”
Dalam surat Shad ayat 26, Allah menyatakan, “(Allah berfirman), “Wahai Dawud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.”
Ayat di atas menjelaskan bahwa misi manusia di bumi adalah untuk menegakkan keadilan. Di sini Allah juga mengingatkan pada manusia agar hati-hati terhadap hawa nafsu. Bila nafsu diikuti, maka kezaliman yang akan tegak, bukan keadilan.
Dalam surat al An’am ayat 165, Allah menjelaskan, “Dan dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia mengangkat sebagian kamu di atas yang lain, untuk mengujimu atas (karunia) yang diberikanNya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat memberi hukuman dan sungguh Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.”