Ketahanan Nasional: Khotbah Jumat M. Natsir di Masjid Negara Kuala Lumpur 30 Juli 1976
Saudara-saudara Sidang Jumat yang berbahagia. Dewasa ini kita boleh dikatakan berada dalam musim seminar. Musim lokakarya. Yaitu musim manazharah, pertukaran pikiran dan pendapat. Dimana dibahas persoalan-persoalan yang hangat di bidang pendidikan, kebudayaan, kesehatan, pembangunan dan lain-lain.
Ada satu hal di antara masalah-masalah itu, yang akhir-akhir ini sedang menarik perhatian orang ramai. Yaitu apa yang dikenal dengan istilah “Ketahanan Nasional”.
Tampilnya persoalan ini terutama sesudah apa yang disebut perang Indo China berakhir. Yaitu peperangan antara Komunis dengan Anti Komunis, dimana dua atau tiga kekuatan-kekuatan raksasa sudah turut main. Ada yang di belakang layar saja, ada yang di belakang dan di depannya sekalian.
Amerika saja yang turut berperang di pihak anti komunis, kabarnya sudah mengeluarkan 14 milyar dolar, mengerahkan beratus ribu tentaranya, yang diantaranya sudah 56.000 yang tewas, dan 156.000 orang yang luka-luka dan cacat.
Berpuluh tahun lamanya perang itu berkecamuk, telah mengakibatkan segala macam penderitaan dan kehancuran lahir dan batin. Kesudahannya berakhir dengan kemenangan total bagi pihak komunis.
Tidak kurang dari 750.000 km2 lagi dari bumi Asia Tenggara yang telah jatuh ke dalam kekuasaan komunis. Tempatnya strategis. Penduduknya tidak kurang dari 55 juta orang, dengan senjata modern seharga 2,1 milyar dolar dari Rusia, dan kira-kira 3,5 milyar dolar dari Amerika. Semuanya itu berada di bawah kekuasaan komunis.
Sudah tentu peristiwa ini memberi pengaruh yang tidak sedikit kepada negara-negara di kawasan ini. Republik Indonesia dan Kerajaan Malaysia dengan perantaraan Republik Rakyat China telah mendapat pesan khusus dari Partai Komunis RRC yang ditujukan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Partai Komunis di Malaysia, supaya mereka meneruskan perjuangan bersenjata mereka untuk melawan pemerintah yang sah di kedua negara itu.
Kegiatan Partai Komunis Internasional untuk mengacaukan penghidupan kita, bagi kita bukan barang baru. Kami di Indonesia sudah mengalami pahit getir, yang diakibatkan oleh Peristiwa Madiun, di tengah perjuangan kemerdekaan kita menghadapi Belanda dan satu lagi di tahun 1965.
Alhamdulillah Allah SWT telah menyelamatkan kita, dari pengkhianatan mereka itu. Sehingga dalam keadaan bagaimanapun kita dapat menyelesaikan perjuangan kemerdekaan kita yang berakhir dengan sukses yang patut kita syukuri.
Tetapi entahlah lantaran kita lupa kepada nikmat Ilahi itu, kita telah lengah. Kita asyik dengan berlomba-lomba mencari kepentingan diri dan golongan masing-masing. Sedangkan kaum komunis tidak berhenti menyusun tenaga mereka dengan diam-diam dan menyelinap ke dalam tubuh-tubuh aparatur negara kita, sampai kepada puncak yang di atas sekali.
Berlakulah apa yang dilukiskan oleh Allah SWT tentang semacam penyakit, salah satu dari afatil qulub (penyakit hati). Yaitu penyakit lupa. Lupa kepada nikmat Ilahi:
“Dan apabila malapetaka menimpa manusia, ia berdoa kepada Kami sambil berbaring atau duduk atau berdiri. Maka tatkala Kami hindarkan malapetaka itu daripadanya, ia berjalan seolah-olah tak pernah berdoa kepada Kami. Demikianlah dinampakkan kepada orang-orang yang melewati batas itu, seolah-olah yang mereka kerjakan itu baik.” (Az Zumar 8).