Kebijakan BPJS Kesehatan Melilit Rakyat yang Sedang ‘Sekarat’
Hidup di era kapitalisme, memang segala sesuatunya cenderung ujung-ujungnya duit. Ada istilah “tidak ada makan siang gratis”, dan istilah tersebut memang cocok dengan zaman sekarang. Tak hanya secara personal sampai lembaga pemerintahan pun terkena virus dari istilah ini.
Kali ini berita pahit kembali mencuat, pemerintah menerbitkan aturan baru bagi warga Indonesia. Dan dikabarkan bahwa peraturan ini berlaku mulai Maret 2022 nanti, masyarakat Indonesia wajib memiliki Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial atau BPJS Kesehataan agar bisa mengurus berbagai keperluan.
Seperti mengurus Surat Izin Mengemudi ( SIM), mengurus Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), hendak berangkat ibadah haji, dan jual beli tanah.
Kewajiban itu tercantum dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Peraturan tersebut talah diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 6 Januari 2022 lalu. (tribunnews.com, 20/02/2022).
Sejumlah warga mengatakan kebijakan pemerintah yang menjadikan kartu BPJS Kesehatan sebagai salah satu syarat untuk membuat Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) kurang tepat dan malah bisa menghambat prosesnya itu sendiri.
Umar (24) seorang mahasiswa asal Bandung mengatakan aturan tersebut bisa menghambat bagi warga yang memang belum ikut program BPJS Kesehatan tetapi ingin membuat SIM. “Jadi menghambat urusan bikin SIM, SKCK dan lain lain. Apalagi kalau misalkan dibutuhkannya cepat, jadi repot itu,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (19/2).
Warga lainnya, Ical (23) menyebut kebijakan menjadikan kartu BPJS Kesehatan untuk mengurus SIM, STNK, dan SKCK tidak berkorelasi dan kurang tepat. “Aneh saja, tidak ada korelasinya SIM-STNK ke BPJS. Entah sih di samping itu mungkin bisnis para petinggi biar pada punya BPJS,” ujarnya. Ia berpendapat sebaiknya proses pembuatan SIM sendiri tidak dibikin rumit. Sehingga masyarakat yang ingin mengurusnya pun tidak dibuat pusing. (cnnindonesia.com, 21/02/2022)
Fakta yang terjadi saat ini adalah pandemi belumlah usai. Disisi lain keadaan ekonomi masyarakat juga masih carut marut. Selain tekanan pandemi dan ekonomi yang tidak stabil, apakah masyarakat harus diberikan tekanan lagi dengan dipersulit dalam setiap administrasi di negara ini?
Inilah wajah buruk kapitalisme, penderitaan rakyat bukan masalah utama. Pelayanan dijadikan ajang bisnis demi uang yang rasanya “manis”.
Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam. Islam memandang penguasa bertugas melakukan pengurusan (ri’ayah) seluruh urusan rakyat. Artinya, penguasa dengan segala kewenangan yang ada padanya harus berusaha sekuat tenaga untuk mensejahterakan kehidupan rakyat. Karena semua itu adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat nanti.