SUARA PEMBACA

BPJS: Kartu Sakti Kapitalisasi Layanan Publik

Jika ada nominasi kartu sakti, maka kartu BPJS Kesehatan yang jadi pemenangnya. KTP pun kalah sakti dengan BPJS. Sejak 1 Maret 2022, kepesertaan BPJS Kesehatan menjadi syarat administrasi saat mengurus SIM, STNK, SKCK, paspor, ibadah haji dan umrah, hingga jual beli tanah.

Peraturan tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden (INPRES) No. 1 tahun 2032 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. Presiden Joko Widodo telah menandatangani sejak 6 Januari 2022. 30 kementerian dan lembaga diminta untuk melakukan percepatan rekrutmen peserta BPJS Kesehatan (bbc.com, 21/02/2022).

Peraturan kontroversial ini mengundang reaksi penolakan dari masyarakat. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menilai, kebijakan tersebut tidak relevan dan berpotensi melanggar hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik (kompas.com, 21/02/2022). YLKI mendesak pemerintah untuk membatalkan peraturan tersebut sebab tidak relevan dan eksploitatif. Hal senada disampaikan oleh pengamat dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah.

Anggota Komisi IX DPR, Kurniasih Mufidayati, dari fraksi PKS, mengaku terkejut dengan peraturan tersebut. Menurutnya, masih banyak cara untuk mengoptimalkan kepesertaan BPJS Kesehatan. Di antaranya dengan meningkatkan layanan dan fasilitas BPJS Kesehatan, sehingga masyarakat merasakan kebermanfaatannya dan bersemangat menjadi anggota.

Yang lebih ngenes adalah nasib pekerja migran. Pada poin 26 Inpres Nomor 1 Tahun 2022 berbunyi, “Mewajibkan Pekerja Migran Indonesia yang bekerja di luar negeri kurang dari 6 (enam) bulan untuk menjadi Peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional selama berada di luar negeri.” Padahal, BPJS Kesehatan tak memiliki mitra kesehatan di luar negeri. Jadi, mereka hanya bayar iuran tiap bulan tanpa mendapatkan manfaat dari BPJS Kesehatan. Aktivis Tenaga Kerja Wanita Indonesia di Hong Kong Eni Lestari, menyatakan penolakan pada aturan ini (kompas.com, 21/02/2022).

Menanggapi gejolak penolakan masyarakat, pemerintah tetap maju tak gentar. Manis alasan yang diberikan pemerintah. Demi meningkatkan akses pelayanan kesehatan yang berkualitas, dan menjamin keberlangsungan program JKN.

Pelayanan Kesehatan Tak Gratis

Berharap mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas di negeri ini seperti menegakkan benang basah. Terutama saat kesehatan dikelola dengan sistem JKN. Administrasi yang ribet, seringkali menjadi batu sandungan bagi pasien yang seharusnya dilayani dengan cepat.

Keluhan tak hanya datang dari pasien, namun juga dari tenaga medis. Seringkali mereka harus mematikan hati nurani karena tak bisa menolong pasien dengan cepat karena menunggu persetujuan tindakan dari pihak BPJS. Mengapa harus meminta persetujuan? Sebab BPJS Kesehatan yang nanti akan mengganti biaya pelayanan kesehatan. Padahal biayanya yang dianggarkan sangat minim.

Pada pasien operasi, misalnya. Para dokter harus berhemat benang jahit ataupun dosis obat bius dan anti nyeri. Pasien semakin menderita, operasi belum selesai rasa sakit sudah mendera karena efek obat bius sudah habis.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button