Fenomena Citayam Fashion Week: Agar Tidak Sekadar Eksistensi
Para remaja Sudirman, Citayam, Bojonggede dan Depok (SCBD), akhir-akhir ini ramai menjadi sorotan publik terkait kegiatan mereka. Di kawasan Duku Atas, Jakarta Pusat, mereka berkumpul, ada yang sekadar nongkrong, hingga menggelar Citayam Fashion Week di zebra cross sebagai run way Fesyen dengan para ‘member’ setiap Sabtu malam.
Aktivitas mereka menjadi sorotan publik karena, berbagai konten yang dilakukan di sana menjadi viral di laman media sosial. Sehingga para remaja ini memanfaatkan setiap momen untuk menjadi terkenal dan mendapatkan uang. Lantas dibalik pro dan kontra fenomena ini bagaimana kita menyikapinya?
Pro dan Kontra
Komunitas ini dikenal dengan “Bocah Citayam” berumur sekitar 11-18 Tahun dengan street style yang kreativitas mereka dalam fesyen membuat terkenal hingga mancanegara. Melansir dari detik.com, dosen Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Luluk Dwi Kumalasari, menanggapi fenomena ini sebagai kreativitas para remaja dalam fesyen dan membuat konten.
Disisi lain aktivis muslimah Citra Amalia, mengatakan, fenomena remaja SCBD tidak boleh dibiarkan kebablasan, harus sesuai dengan rambu-rambu dari Allah. Para remaja tersebut sedang mencari jati diri bila, hanya mengikuti trend maka mereka bisa kehilangan jati diri. Oleh karena itu, selayaknya kreativitas mereka lebih diarahkan agar tidak menabarak rambu-rambu Allah.
Pro dan kontra ini tidak hanya mencari pembenaran tetapi, harus bisa menemukan solusi agar para remaja ini lebih baik lagi dalam menemukan jati diri dan dalam mengekspresikan kreativitas mereka.
Antara Trend dan Tuntutan
Trend Citayam Fashion Week bukanlah hal yang baru dalam dunia fesyen. Dikenal dengan street style telah menjadi sebuah budaya’ dalam dunia fesyen. Melansir dari Messycloset, pengertian street style adalah gaya fesyen yang tumbuh dari jalanan dan bukan fesyen show. Street style telah lama ada di beberapa negara seperti, Eropa di kawasan Stockholm, Copenhagen, Milan dan Paris. Di Amerika ada Hipies, skin head, punk dan lainnya. Jepang dengan gaya Harajuku dan Korea Selatan dengan Gangnam.
Gerakan street style fesyen adalah hasil kebebasan dalam berpakaian dan gaya hidup, tanpa harus terikat pada norma agama. Kebebasan ini membuat mereka mengabaikan standar halal-haram dalam fesyen. Semua ini terjadi karena pemikiran pemisahan agama dari kehidupan. Dengan standar kebahagiaan ketika mendapat pujian, materi dan lainnya.
Atas dasar standar kebahagiaan inilah, mereka berlomba membuat agar tren mereka menjadi sorotan publik yang akhirnya, tuntutan ini harus mereka bayar dengan harga yang tidak murah. Terlebih para remaja SCBD ini bukan dari kalangan ekonomi mapan, sehingga miris melihat mereka harus merogoh kocek yang dalam hanya untuk trend fesyen semata.