Ulama Hebat itu Wafat (2)
Syekh Hamid gurunya menjelaskan hanya ada satu ayat Al-Qur’an yang menggunakan kata ‘yaitu dalam surat an Nahl ayat 29.
Di kesempatan lain, gurunya bertanya kepada Al-Qaradhawi kecil dan teman-temannya, ”Di dalam Al-Qur’an berapa kali kata ‘Innallaaha aliimun hakiim’ digunakan?” Kami menjawab,”Sangat banyak.” Beliau bertanya lagi, ”Coba sebutkan salah satunya.”
Saat itu Al-Qaradhawi kebingungan menyebutkan contohnya. Kemudian gurunya menjelaskan, ”Kalimat seperti itu tidak pernah digunakan dalam Al-Qur’an kecuali hanya satu kali, yaitu dalam surat at Taubah ayat 28. ”Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidilharam sesudah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Syekh Yusuf al Qaradhawi juga menasihati pada kelompok Islam yang berlebih-lebihan (ekstrem). Ia mengutip hadits RasulullahSaw ,”Ilmu ini di dalam setiap generasi akan diemban oleh orang-orang yang adil. Mereka akan menyingkirkan penyimpangan orang-orang yang ekstrem, kedustaan pembuat kebatilan dan takwil orang-orang yang bodoh.”
Ia juga mengutip hadits Rasulullah, ”Jauhilah sikap berlebihan dalam beragama, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu hancur karena sikap berlebihan dalam agama.” (HR Ahmad)
Merupakan fakta bahwa memang ada kelompok umat Islam yang berlebihan dalam menghancurkan kebatilan. Mereka cepat melakukan perusakan atau bom-bom sebelum nahi mungkar jalan damai (hikmah) ditempuh secara serius. Terhadap hal ini, Syekh Yusuf Al Qaradhawi menasihati,
“Kita menuntut agar para pemuda bersikap proporsional dan bijaksana, meninggalkan radikalisme dan kekerasan, tetapi kita tidak meminta orang tua agar membersihkan diri mereka dari kemunafikan, lidah mereka dari kebohongan, kehidupan mereka dari tipu daya dan perilaku mereka dari kontradiksi (kemunafikan).
Kita harus ksatria dan berani mengakui bahwa banyak perilaku kita yang justru mendorong para pemuda melakukan pembelaan yang lalu dikenal dengan sikap ‘radikal’. Kita telah mengaku Islam, tapi tidak mengamalkannya. Kita membaca Al-Qur’an tapi tidak melaksanakan hukum-hukumnya, mengklaim mencintai Rasulullah saw tapi tidak mengikuti sunnah beliau. Kita cantumkan dalam undang-undang dasar kita bahwa agama negara adalah Islam, tapi tidak menunaikan hak Islam dalam hukum, perundang-undangan dan penerangan.
Dada para pemuda itu telah sempit dengan kemunafikan dan kontradiksi sikap kita. Mereka berjalan sendiri menuju Islam tanpa dukungan kita. Bahkan mereka mendapati para orang tua yang menghambat jalannya, para ulama tidak memedulikannya, para penguasa menekannya dan para guru pun mencemoohkannya. Oleh karena itu, seharusnya kita mulai memperbaiki diri dan masyarakat sesuai dengan perintah Allah SWT sebelum menuntut para para pemuda dengan pikiran dingin, bijaksana, tenang dan adil…
Ulama-ulama yang memiliki pandangan tajam serta mampu memadukan antara ketajaman analisis dan ketakwaan, itulah yang dibutuhkan masyarakat. Mereka mampu memainkan perannya dalam mengarahkan kebangkitan Islam.