OASE

Waktu: Anugerah Allah, Modal untuk Bahagia Dunia Akhirat

Tiap detik yang berlalu—detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, bahkan tahun baru—adalah anugerah dari Allah. Waktu adalah sumber daya yang paling adil: setiap orang memiliki 24 jam sehari. Ilmu psikologi menunjukkan bahwa mengelola waktu dengan baik berdampak signifikan terhadap kesehatan mental—termasuk tingkat stres, kecemasan, dan produktivitas—yang lebih baik.

Dalam Islam, waktu pun diistimewakan; Allah berfirman: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh…” (QS. Al-‘Asr: 1-3)

Manfaat Manajemen Waktu secara Ilmiah

Dalam dunia psikologi modern, manajemen waktu telah terbukti membawa manfaat signifikan bagi kesehatan mental dan fisik seseorang. Studi dari Couto-Pereira dkk (2024) menunjukkan bahwa orang yang menjalani rutinitas harian secara teratur cenderung memiliki tingkat stres dan kecemasan yang lebih rendah. Mereka juga menunjukkan resiliensi psikologis yang lebih tinggi dalam menghadapi tekanan hidup.

Menjaga konsistensi dalam aktivitas harian seperti tidur, makan, bekerja, dan berolahraga sangat penting untuk menstabilkan ritme sirkadian tubuh—yaitu jam biologis yang mengatur berbagai fungsi tubuh selama 24 jam. Ketika ritme ini berjalan dengan teratur, kestabilan emosional pun akan lebih mudah terjaga. Di masa pandemi COVID-19, misalnya, banyak individu yang mengalami gangguan psikologis akibat hilangnya rutinitas.

Mereka yang tetap mempertahankan struktur harian, meskipun sederhana, seperti bangun pagi tepat waktu atau berjalan kaki 15 menit, terbukti lebih mampu menjaga kewarasan dan produktivitas. Hal ini selaras dengan ajaran Islam yang sangat menghargai waktu. Dalam Al-Qur’an, Allah bersumpah demi waktu (QS. Al-‘Asr), menandakan bahwa waktu adalah entitas yang sangat mulia.

Islam bukan hanya menyeru umatnya untuk menjalankan kewajiban tepat waktu, tapi juga mengajarkan pentingnya memaknai setiap detik sebagai ladang amal di dunia untuk bekal akhirat. Maka, manajemen waktu bukan hanya tuntutan profesionalisme modern, tapi juga bagian dari etika spiritual seorang Muslim.

Prioritaskan: Untuk Allah dan untuk Sesama

Dalam menggunakan waktu, generasi muda Muslim idealnya menyeimbangkan dua orientasi utama: membangun hubungan dengan Allah dan memperkuat kepedulian terhadap sesama.

Prioritas pertama tentu adalah menjalankan kewajiban ibadah seperti salat lima waktu, puasa Ramadan, zakat, dan jika mampu, haji. Namun, ibadah tidak berhenti di sana. Aktivitas lainnya seperti belajar dan bekerja dengan niat beribadah kepada Allah juga bagian dari cara mengelola waktu dengan nilai.

Psikologi spiritual menunjukkan bahwa seseorang yang menjalani hidup dengan tujuan transendental—yakni merasa dirinya terhubung dengan Tuhan—akan cenderung lebih damai, stabil, dan tahan banting secara emosional.

Di sisi lain, Islam sangat menekankan pentingnya hubungan antarmanusia. Waktu bisa dimanfaatkan untuk aktivitas bermakna seperti membantu orang tua, mengunjungi teman yang sedang sakit, atau berbagi rezeki kepada yang membutuhkan. Ini bukan sekadar amal saleh sosial, tetapi juga terbukti dalam sains sebagai “meaningful activities” yang dapat menurunkan risiko depresi dan meningkatkan rasa puas terhadap hidup (Wolf dkk., 2021)

Oleh karena itu, pemanfaatan waktu haruslah berpijak pada dua kaki yang kokoh: spiritualitas dan sosialitas. Keduanya saling menguatkan dan membentuk karakter Muslim yang utuh—saleh secara individu, dan bermanfaat secara sosial.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

BACA JUGA
Close
Back to top button