MUHASABAH

China Semakin Dekat Mendominasi Dunia

Beberapa hari lalu, koran-koran internasional heboh dengan pernyataan mantan kepala badan intelijen Jerman, BND (Bundesnachrichtendienst), bahwa China (RRC) semakin dekat ke posisi untuk mendominasi dunia. Menurut Gerhard Schindler, yang mengepalai BND dari 2011 sampai 2016, para penguasa China sangat pintar meluaskan pengaruhnya ke Eropa, Asia dan Afrika.

Dia mengatakan kepada surat kabar The Times (terbitan London), Eropa harus segera bertindak. Menurut Schindler, teknologi China sangat canggih. Jerman tidak mampu melihat apakah teknologi canggih itu digunakan China untuk tujuan jahat atau tidak.

Mantan bos badan intelijen luar negeri Jerman itu menyarankan agar Huawei dikeluarkan dari jaringan selular 5G. Pemerintah Amerika Serikat (AS) sudah lebih dulu menyatakan kekhawatiran bahwa Huawei bisa digunakan sebagai mata-mata oleh Partai Komunis China (PKC).

Menurut Schindler, Huawei bisa saja membuat semacam ‘pintu belakang’ pada sistem jaringan 5G-nya. Tidak aka nada yang bisa mengetahui apa sebenarnya yang mereka buat, kata dia.

Sektor telekomunikasi selular Jerman banyak bargentung pada perusahaan China ini. Semua operator 3G Jerman adalah klien Huawei.

Dominasi China di pentas dunia kelihatannya memang lebih mungkin menjadi kenyataan. Negara komunis yang mempraktikkan sistem kapitalis itu kini menjadi mitra perdagangan utama banyak negara. Termasuk Indonesia. Sejak enam tahun belakangan ini, Indonesia memberikan preferensi khusus kepada China untuk berinvestasi.

Untuk Jerman, menyingkirkan China nyaris tak mungkin. Sebagai contoh, tiap tahun perusahaan mobil mewah Jerman menjual 250 ribu unit kepada pembeli di China. Total perdagangan Jerman mencapai lebih 210 miliar USD.

Menurut perkiraan, dominasi AS akan semakin tergerus di masa-masa mendatang. Hingga saat ini, AS masih berstatus sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Tetapi, posisi itu sedang dikejar oleh China.

Lihat contoh lain. Seperti dilaporkan Asia Times, China bisa memproduksi baja yang diperlukan oleh seluruh dunia. Kalau mereka mau. Begitu juga dengan produk-produk lain. Kehebatan China adalah mereka tidak membuat barang-barang yang tak dibeli orang.

Kekuatan ekonomi China itu menghasilkan devisa yang sangat besar. China memiliki cadangan devisa asing (CDA) hampir empat triliun dollar beberapa tahun lalu. Uang yang banyak ini membuat mereka leluasa pula membangun perangkat keras militer, termausk kapal induk. Sekarang ini, China telah memiliki tiga kapal induk. RRC telah melakukan ekspansi militer terbesar dan tercepat sejak Perang Dunia Kedua –kalau tidak dalam sejarah dunia.

Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) bisa mengimbangi pasukan AS di sejumlah kawasan tertentu. Bahkan melebihi kekuatan negara adidaya itu di kawasan-kawasan lain. Tujuan akhir PKC ialah memiliki kekuatan militer yang sama seperti yang dimiliki AS. Beroperasi di seluruh dunia. Dan hal ini bukan sesuatu yang tak mungkin.

Belakangan ini, AS melancarkan diplomasi gencar ke Asia Selatan dan Asia Tenggara. Baru saja Menlu Michael Pompeo menekan kerja sama dengan Sri Lanka dan India. AS akan menjual senjata dalam jumlah besar kepada Delhi. AS merasa India akan menjadi teman untuk menghadapi ambisi dominasi China.

Bagaimana dengan Indonesia? Ada beberapa catatan yang memprihatinkan. Pemerintah yang berkuasa saat ini menyanderakan diri kepada China sampai ke posisi yang menunjukkan kepariaan bangsa ini.

Itu yang pertama. Yang kedua, terlihat para penguasa tidak menaruh curiga sedikit pun terhadap para TKA China yang masuk ke Indonesia. Schindler saja sangat curiga pada Huawei. Penguasa di sini kok bisa bersangka baik kepada para TKA China yang kelihatan tak asing dengan dunia kemiliteran dan intelijen itu?

Kita seharusnyalah percaya pada sistem keamanan negara ini. Kita mungkin tidak mampu berkontribusi untuk membendung dominasi China. Namun, sangatlah ironis jika kita sekarang ini mengambil posisi yang malah membantu akselerasi dominasi itu. Yang kemudian menjadikan Indonesia sebagai korban.[]

31 Oktober 2020

Asyari Usman
(Penulis wartawan senior)

sumber: facebook asyari usman

Artikel Terkait

Back to top button