SUARA PEMBACA

Abaikan Sains dan Suara Rakyat, Libatkan Aparat, Maksa New Normal?

Memilih opsi new normal demi menstabilkan ekonomi, jelas pilihan prematur yang terburu-buru. Apatah lagi melihat kecongkakan penguasa yang seolah menulikan telinga, mendengar suara para ahli dan rakyat yang cemas terhadap wacana ini. Padahal tidak sedikit para ahli yang vokal bersuara mengingatkan pemerintah tentang kemungkinan terburuk penerapan new normal.

Lagi-lagi Abaikan Sains dan Suara Rakyat

Peneliti dari Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Pradiptajati Kusuma misalnya. Ia menilai Indonesia belum siap new normal. Menurutnya, di beberapa negara pelonggaran restriksi sosial diberlakukan karena jumlah kasus di negara mereka sudah berada di single digit setiap harinya, sebelum new normal dijalankan.

Sementara di Indonesia, menurut Pradiptajati penularan pasien kasus positif covid-19 di Indonesia masih terbilang cukup tinggi. Angka pemeriksaan yang sedikit, juga membuat puncak wabah belum terlihat. (cnbcindonesia.com, 27/5/2020). Data pada Sabtu (6/6), jumlah kasus terkonfirmasi tercatat ada 30.514 kasus positif dan 1.801 kasus kematian.

Epidemiolog FKM Universitas Hasanuddin Ridwan Amiruddin juga menilai, rencana penerapan new normal yang dipilih pemerintah terkesan prematur. Pasalnya, penerapan new normal dilakukan ketika kasus virus corona covid-19 di Tanah Air masih tinggi.

Menurutnya, Indonesia hanya memikirkan menjalankan roda ekonomi meski pandemi Covid-19 belum selesai. Padahal Indonesia masih di puncak bahkan belum mencapai puncak sudah mau implementasi (new normal). Jadi ini new normal yang prematur. (kanalkalimantan.com, 28/5/2020).

Sementara itu Politikus Partai Gerindra Fadli Zon mengaku cemas apabila kebijakan New Normal diterapkan lantaran secara epidemiologis, Indonesia sebenarnya masih berada dalam zona merah pandemi. (republika.co.id, 4/6/2020).

Kecemasan ini, jelas mewakili kecemasan masyarakat. Mengingat pandemi yang belum mencapai puncaknya. Ditambah ketidaksiapan masyarakat melaksanakan protokol kesehatan di tengah wabah. Dapat diprediksi, alih-alih menuju new normal, kehidupan masyarakat justru beralih ke new abnormal.

New Normal Demi Kepentingan Siapa?

Memaksa new normal tetap dijalankan, sejatinya semakin membuktikan bahwa kebijakan penguasa dikendalikan oleh tangan para kapitalis. Dukungan sains dan suara rakyat pun diabaikan. Aparat dikerahkan dengan arogan. Semata-semata demi menyelamatkan kantong para pemilik modal.

Nyawa rakyat kembali jadi taruhan kepentingan penguasa dan pengusaha. Tampak gamblang, pemerintah seolah ingin berlepas tangan dari menangani wabah. Menggiring rakyat untuk bertahan sendiri di tengah pandemi. Bahkan menjerumuskan rakyat ke jurang herd immunity.

Kebijakan abnormal jelas lahir dari sistem abnormal. Tidak hanya gagal menuntaskan wabah, tapi juga gagal melindungi harta dan nyawa rakyat. Bahkan dengan tega dan zalim menumbalkan keselamatan rakyat demi keselamatan kepentingan kapitalisme. Inilah watak jahat sistem kapitalisme yang mencengkeram negeri ini. Jelas hal ini tidak ditemui dalam sistem Islam.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button