SUARA PEMBACA

Ada Apa di Balik Pembebasan Napi?

Menkumham Yasonna telah mengeluarkan surat keputusan untuk membebaskan lebih dari 30.000 napi di seluruh Indonesia. Kebijakan ini menuai banyak protes di masyarakat juga pengamat sosial. Namun Yasonna justru menuduh yang keberatan dengan kebijakannya sebagai orang yang tumpul kemanusiaan.

Pembebasan 30 ribu narapidana dan anak tersebut dilakukan setelah Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menandatangani Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui asimilasi dan integrasi dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran Corona.

Dalam kepmen itu dijelaskan sejumlah ketentuan bagi narapidana dan anak yang dibebaskan melalui asimilasi. Pertama, narapidana yang dua pertiga masa pidananya jatuh sampai dengan 31 Desember 2020, dan anak yang setengah masa pidananya jatuh sampai dengan 31 Desember 2020.

Narapidana dan anak yang tidak terkait dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, tidak sedang menjalani subsider dan bukan warga negara asing.

Kebijakan ini dikeluarkan dengan alasan corona. Penuh sesaknya sel tahanan, sangat tak baik jika terjadi penularan covid di penjara. Inilah yang menjadi alibi Yasonna untuk mengatakan tumpul kemanusiaan pada yang menolak pembebasan napi. Benarkah demikian? Mari kita lihat analisis.

Pertama, niatan awal adalah membebaskan napi koruptor. Namun keburu ramai dibicarakan, gaduh di sosial media, baru berucap: hanya usulan. Karena untuk membebaskan napi koruptor, perlu revisi PP No. 99 tahun 2012.

Peneliti ICW (Indonesian Corruption Watch) Donal Faiz memgatakan, Yasonna sudah 4 kali mencoba merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan untuk membebaskan napi koruptor (indonews.id, 04/04/2020).

Jadi, corona hanya akal bulus untuk membebaskan napi koruptor. Kali ini Menkopolhukam dan Presiden tak menerima usulan Menkumham. Entah suatu saat nanti.

Kedua, menghemat anggaran. Kemenkumham mengklaim bisa menghemat anggaran negara sebesar Rp260 Milyar dengan pembebasan 30.000 napi. Penghematan anggaran itu dari dana pemenuhan kebutuhan warga binaan pemasyarakatan. Sedangkan nominalnya didapatkan dari penghitungan biaya hidup Rp32.000 per orang selama 270 hari (April-Desember). Biaya hidup ini termasuk makan, kesehatan, pembinaan, dan lainnya untuk 30.000 narapidana (liputan6.com, 01/04/2020).

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button