Ada Apa di Balik Pembebasan Napi?
Pertanyaannya, dikemanakan dana yang sudah dianggarkan selama satu tahun tersebut? Belum lagi dengan isu suap yang menyertai pembebasan napi. Untuk bisa ikut program asimilasi, para napi dipungli sebesar 5-10 juta rupiah (rmol.id, 15/04/2020). Masihkah pembebasan napi demi cegah corona?
Ketiga, rekomendasi PBB. Yasonna mengatakan bahwa kebijakan pembebasan narapidana di tengah pandemi corona yang dilakukan pihaknya saat ini merupakan rekomendasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). (cnnindonesia.com, 17/04/2020).
Rekomendasi dari PBB ini tidak hanya untuk Indonesia, namun juga seluruh negara di dunia. Terutama yang rumah tahanannya over kapasitas. Pertimbangan kemanusiaan menjadi alasan PBB untuk merekomendasikan pembebasan tahanan.
Fakta ini menunjukkan ketidakmandirian Indonesia dalam membuat kebijakan. Ada yang berperan sebagai polisi dunia. Polisi dunia ini dipengaruhi oleh ideologi kapitalisme. Ideologi yang selalu mencari keuntungan materi di setiap kesempatan. Indonesia sebagai negara satelit memang tak memiliki banyak pilihan selain menjalankan rekomendasi PBB.
Sekarang kita menjadi mengerti, ada apa di balik pembebasan 36.544 narapidana. Suatu kebijakan yang lahir dari prinsip asal kerja. Tanpa pertimbangan yang matang. Akhirnya hanya menambah masalah.
Wabah Covid-19 telah meresahkan masyarakat, ditambah lagi napi yang dilepaskan tanpa jaminan hidup. Beberapa napi kembali melakukan aksi kriminalitas. Keadaan ini semakin menambah keresahan masyarakat.
Dilansir dari Kompas.com (12/04/2020), sederet napi yang dibebaskan kembali berulah. Belum genap seminggu menghirup udara bebas, dua orang residivis di Surabaya terlibat penjambretan. Di Bali, dua orang napi hasil asimilasi menjadi kurir ganja. Lain lagi di Depok, seorang pemuda yang baru dua hari bebas, mabuk dan mengamuk di sebuah rumah makan.
Ini bukti kegagapan pemerintah dalam menangani masalah. Mengatasi masalah Covid-19 dengan membebaskan tahanan, seperti menyelesaikan masalah dengan masalah. Sistem kapitalisme yang diadopsi negeri ini memang tak pernah mampu menyelesaikan masalah. Justru kehadirannya adalah pangkal dari masalah. Wallahu a’lam []
Mahrita Julia Hapsari, M.Pd
(Praktisi Pendidikan)