NUIM HIDAYAT

Ali Syariati: Sang Syahid yang Hidup

Menurut Syariati, hijrah ini diperlukan bagi manusia dimanapun. Peradaban-peradaban besar tumbuh karena peristiwa hijrah. Amerika tumbuh menjadi peradaban besar, karena banyaknya imigran-imigran dari luar negeri yang pindah ke sana. Kaum China banyak mengukir kisah sukses di luar negeri, karena keberaniannya merantau melewati laut dan pulau.

Para ulama dulu melanglang buana untuk berjihad dan berdakwah. Kepulauan Nusantara Melayu ini tidak mungkin tumbuh subur Islam, bila para ulama dari Timur Tengah malas untuk berhijrah (gerak perpindahan yang dinamis).

Lihatlah para cendekiawan atau ulama yang hebat. Pasti di masa mudanya ia bergerak lincah mencari ilmu dari satu tempat ke tempat lain. Dari satu ulama ke ulama lain. Dari satu guru ke guru lain.

Dengan hijrah, maka akan tumbuh pengalaman baru, ilmu baru dan kawan-kawan baru. Maka Al-Qur’an menyerukan setelah iman adalah berhijrah (sebelum berjihad).

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS al Baqarah 218)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS an Anfal 72)

“Apakah (orang-orang) yang memberi minuman orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta bejihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim. Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari pada-Nya, keridhaan dan surga, mereka memperoleh didalamnya kesenangan yang kekal, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS at Taubah 19-22)

Ali Syariati menyatakan, ”Berpiijak dari sini bisa dikatakan bahwa seseorang yang tertawan oleh lingkungan tempat tinggalnya, menjadi terpenjara dan statis, dan pada gilirannya tidak bisa berkembang dan berubah. Akibat lanjutannya, fikiran, akal, kesadaran, ilmu, seni, kebudayaan, agama dan pandangan kesemestaannya, menjadi terkungkung dan mandek atau didesak oleh -dan akhirnya mati di tangan- peradaban, agama dan masyarakat lain yang dinamis dan terbuka, yang lebih perkasa dalam kontak yang terjadi denganya.”

Buku Syariati tentang Haji mungkin bisa dikatakan buku terbaik yang menguraikan fiilsafat Islam tentang haji. Buku yang diterjemahkan Pustaka Bandung ini pada tahun 2005 sudah mengalami cetak ulang enam kali.

Kata Syariati, ”Pelajaran apakah yang telah saya petik dari pengalaman menunaikan ibadah haji? Pertama kali harus dipertanyakan: Apakah arti dari haji itu? Esensi dari haji adalah evolusi manusia menuju Allah. Haji adalah sebuah contoh simbolis dari filsafat penciptaan Adam. Untuk lebih menjelaskan hal ini kita dapat mengatakan bahwa di dalam penuaian ibadah haji berbagai hal dipertunjukkan secara bersamaan: penciptaan, sejarah, keesaan, ideologi Islam dan ummah.

“Di dalam pertunjukan tersebut ada syarat-syarat sebagai berikut: Allah adalah sutradaranya, tema yang diproyeksikan adalah aksi dari orang-orang yang terlibat: Adam, Ibrrahim, Hajar, dan Syetan adalah pelaku-pelaku utamanya. ’Skena-skenanya’ adalah Masjidil Haram, Tanah Suci, Mas’a, Arafah, Masyar dan Mina. Simbol-simbol yang penting adalah Ka’bah, Shafa, Marwa, siang, malam, matahari terbit, matahari terbenam, berhala-berhala dan acara berkorban. Pakaian dan make up adalah Ihram, Halgh dan Taqshir (potong rambut dan kuku) dan yang terakhir sekali, yang memainkan semua peranan di dalam pertunjukan ini adalah engkau sendiri,”terang cendekiawan ulung ini.

Ia melanjutkan, ”Tidak peduli apakah engkau seorang lelaki atau seorang perempuan, tua atau muda, berkulit hitam atau putih, engkau adalah pelaku utama di dalam perttunjukan ini. Engkaulah yang berperan sebagai Adam, Ibrahiim dan Hajar di dalam konfrontasi di antara “Allah dengan Syetan”. Sebagai akibatnya engkau sendirilah yang merupakan pahlawan di dalam pertunjukan ini.”

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button