Anak-Anak dalam Ancaman Diabetes, Tanggung Jawab Siapa?
Negara Abai
Penyakit diabetes melitus pada anak bisa jadi seperti fenomena gunung es. Yang terlihat hanya sedikit di permukaan, namun dibawahnya begitu besar. IDAI hanya mendata di 13 kota di Indonesia, sementara Indonesia memiliki 38 provinsi dan 514 kota. Artinya angka ini bisa jauh lebih besar dari yang ada di data IDAI hari ini.
Dari data ini menggambarkan masih banyak rakyat yang ada pada pola hidup dan pola makan yang salah. Sehingga menjadi pemicu munculnya penyakit diabetes. Dan tidak cukup dicegah dengan memperbanyak olahraga dan tidak banyak makan makanan yang mengandung gula.
Ibarat wabah virus, hanya memberikan vaksin tubuh bukanlah solusi untuk sehat. Namun hanya untuk pertahanan tubuh agar lebih kebal dari serangan virus.
Sementara untuk menghentikan virus butuh pengaturan negara seperti yang dilakukan oleh penguasa dalam Islam saat negara diserang wabah tha’un. Demikian olahraga dan pola hidup sehat, bukan solusi untuk mencegah diabetes, sementara di sisi lain makanan dan minuman tinggi gula marak bak jamur. Mau tidak mau anak-anak akan membeli, entah awalnya membeli karena terpaksa lalu menjadi kesukaan.
Maka peran negara dalam mewujudkan keamanan pangan bagi rakyatnya sangatlah penting, sebab sulit bagi rakyat mewujudkan hidup sehat dengan upaya individu.
Namun fatalnya negara justru mengambil keuntungan dengan keberadaan industri makan minum tinggi gula ini. Seperti penerimaan cukai dari plastik dan Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) yang ditarget sebesar Rp3,08 triliun.
Kemudian negara diuntungkan dengan tingginya kebutuhan gula yang dibutuhkan oleh industri-industri tersebut untuk melejitkan impor gula di tahun 2023 ini dengan jumlah yang sangat fantastis.
Maka tidak akan pernah terwujud kesehatan rakyat jika regulasi yang dilakukan oleh penguasa berdiri di atas asas manfaat dan keuntungan materi. Penguasa justru memanfatkan segala peluang untuk meraih keuntungan walau kesehatan dan nyawa rakyat jadi taruhan.
Juga keserakahan para kapitalis yang bergerak pada industri-industri makanan dan minuman yang hanya berpikir mendapatkan keuntungan walau produk-produk tersebut membahayakan kesehatan.
Ditambah kemiskinan yang melanda rakyat, tentu bukan hal yang mudah untuk mewujudkan standar makanan sehat. Bagi rakyat, bisa makan saja sudah cukup.