Anak Penjarakan Ibu, Guncang Ketahanan Keluarga
Tangis haru dan pelukan hangat mengakhiri kasus anak penjarakan ibu. Amarah berganti menjadi air mata syahdu dan untaian kata maaf. AA (19) resmi mencabut laporannya terhadap sang ibu. Remaja asal Demak ini mengaku gelisah selepas ia melaporkan sang ibu ke polisi. (kompas.com, 13/1/2021).
Sebelumnya, kasus AA penjarakan sang ibu viral di jagat maya. Video AA yang ngotot memenjarakan ibunya, walaupun telah melakukan mediasi, sempat menimbulkan polemik. Bahkan tidak sedikit yang menyebut AA sebagai anak durhaka. Syukurlah, kasus AA berujung melegakan dada.
Walaupun tidak sedikit publik yang mengelus dada. Sebab di luar sana, tidak sedikit kasus yang sama menimpa ibu. Anak laporkan ibu, anak penjarakan ibu hingga anak bunuh ibu seolah menjadi lumrah dalam sistem rusak ini.
Di Lombok, NTB, seorang anak ingin memenjarakan ibu kandungnya gegara motor warisan. Kasus ini sempat viral pada akhir Juni 2020. (kompas.com, 30/6/2020). Kasus lebih tragis menimpa D (52), seorang ibu, warga Dusun Muara Tolang, Desa Dolok Saut, Kecamatan Simangumban, Kabupaten Tapanuli Utara (Taput), Sumatera Utara. Ia dibunuh oleh S (28), anak kandungnya, gegara tidak menyediakan sarapan. (okezone.com, 9/12/2020).
Miris dan tragis. Dua kata yang tepat mewakili banyaknya kasus ibu dan anak. Perseteruan ibu dan anak seolah menjadi tren keluarga masa kini. Menimbulkan kasus saling lapor dan saling bunuh yang memilukan. Alhasil, tidak hanya mengguncang ketahanan keluarga. Cita-cita membangun keluarga yang harmonis, penuh kasih sayang dan menenteramkan hati pun hanya utopia belaka.
Paradigma kapitalisme-sekularisme yang berorientasi materi, sukses memunculkan beragam krisis multidimensi. Termasuk menggunungnya masalah yang menimpa keluarga. Beragam masalah ini telah berhasil memporak-porandakan relasi di antara anggota keluarga. Sehingga potensi perpecahan keluarga pun rentan terjadi.
Virus kapitalisme-sekularisme ini menginfeksi keluarga secara kronis. Tampak dari interaksi anggota keluarga yang dibangun atas asas untung-rugi. Kasih-sayang pun mulai terkikis dan habis. Hilang penghormatan anak terhadap ibu sebab materi. Generasi durhaka seolah menjadi tren yang membuat miris. Keluarga tak lagi menjadi tempat anggotanya untuk kembali. Alhasil, tak sedikit keluarga yang terjangkit disharmonis bahkan disfungsi kritis.
Kondisi ini jelas tidak dapat dibiarkan. Mengingat keluargalah pondasi peradaban Islam yang mulia. Sebab dari keluarga lahirlah ibu generasi yang mencetak generasi khoiru ummah dan calon pemimpin masa depan. Maka tak pelak lagi, umat butuh perisai yang mampu menjaga dan melindungi keluarga. Termasuk menyelesaikan seluruh problematika yang mengguncang ketahanannya.
Sebagai akidah dan syariah yang syamilan wa kamilan, Islam hadir sebagai solusi solutif. Dalam paradigma Islam, membangun keluarga haruslah dengan pondasi ketakwaan kepada Allah SWT. semata. Ketakwaan ini akan membentuk kesadaran setiap anggota keluarga, untuk menjalankan fungsi dan perannya dalam bingkai syarak. Berjalanannya fungsi dan peran tiap anggota keluarga sesuai fitrahnya, akan membentuk imun untuk menjaga ketahanan keluarga.