Anies Baswedan: Seorang Pemimpin Harus Punya Nilai Bukan Program Belaka
Jakarta (SI Online) – Dalam peluncuran buku “Anies Baswedan: Buku, Film, Kopi, Bola, Cerita Lainnya”, di Aula HB Jassin Jakarta, Kamis kemarin (21/11), Anies menyatakan bahwa seorang pemimpin yang memimpin rakyat 280 juta harus mempunyai nilai. Tidak sekadar program saja.
Anies menyatakan kalau 20 orang berkumpul, maka masing-masing bisa dibagi tugas atau program. Tapi kalau yang berkumpul 200 atau 2000 atau 200 juta maka tidak bisa mereka semua diberi tugas. Di sini seorang perlunya nilai bagi seorang pemimpin, bulan hanya punya program belaka.
Anies menyoroti warisan para pendiri republik yang mendasarkan perjuangan mereka pada narasi gerakan. Pendekatan ini, menurutnya, melampaui sekadar menyelesaikan masalah.
“Narasi gerakan berarti tidak hanya menyelesaikan masalah, tetapi juga mengajak semua orang untuk bersama-sama menyelesaikan masalah,” jelasnya.
Anies menjelaskan bagaimana pendekatan gerakan yang digagas oleh founding fathers. Di era awal kemerdekaan, para pendiri bangsa tidak hanya berusaha menyelesaikan masalah, tetapi juga melibatkan rakyat dalam setiap langkah perjuangan. Mereka bekerja dengan pendekatan narasi gerakan untuk menjembatani kesenjangan intelektual antara pemimpin dan rakyat.
Anies mencontohkan bagaimana petlawanan rakyat Indonesia melawan Sekutu pada 10 November 1945.
“Sekutu awalnya berpikir perang selesai dalam dua hari. Tapi tiga minggu kemudian, pertempuran terus berlangsung. Rakyat Indonesia tidak pernah menyerah. Setiap yang gugur, muncul lagi semangat baru,” ungkapnya.
Calon presiden ini membandingkan situasi Surabaya saat itu dengan Palestina yang terus mendapat simpati dunia meski secara militer kalah. Maka perlawanan rakyat Surabaya itu membangkitkan simpati internasional dan membuat Inggris pulang dengan rasa malu.
Narasi gerakan ini, menurut Anies, perlu dihidupkan kembali untuk membangkitkan keterlibatan rakyat dalam membangun bangsa.
Dalam kesempatan itu Anies juga menceritakan bagaimana ia berusaha menyelamatkan arsip dan dokumen HB Jassin yang selama ini dijaga oleh sastrawan Ajip Rosidi. Saat itu, cerita Anies, Ajip tidak percaya bahwa dokumen peninggalan HB Jassin itu akan diselamatkan orang lain. Dengan semangat pantang menyerah, akhirnya Anies berkali-kali melobi Ajip dan akhirnya ia mau menyerahkan dokumen dan arsip HB Jassin itu ke perpustakaan DKI Jakarta.
Dalam peluncuran buku yang dihadiri ratusan orang itu, hadir pula pakar hukum tata negara Refly Harun.
Dalam kesempatan itu Refly membacakan sajak yang ditulis WS Rendra, Sajak Sebatang Lisong. Sajak ini ditulis tangan oleh Rendra dan dibacakan pada unjuk rasa mendukung Gerakan Anti Kebodohan di ITB tahun 1977.[]
Red: Nuim Hidayat