RESONANSI

Anies, ‘Satu untuk Semua, Semua untuk Satu’, Indonesia

Moto pedagogik ini sangat berbobot. Mengandung simbiosis antara nilai dan semangat yang mutual dan equal. Sekaligus, muncul nilai, semangat dan dorongan besar kekuatan digdaya dari sisi integrasi, loyalitas dan integritas.

Namun, sesungguhnya kandungan nilai, semangat dan dorongan besar kekuatan digdaya itu sudah tercakup seluruhnya dalam filosofi pedoman hidup berbangsa, bernegara dan berkerakyatan Indonesia, yaitu Pancasila dan UUD 1945. Karenanya takkan lekang oleh waktu, seharusnya tetap layak dipanuti, dipatuhi dan dipatuti.

“Satu (Indonesia) untuk Semua, Semua untuk Satu (Indonesia)”, itulah yang akan digagas oleh pikiran dan jiwa besar seorang pejuang Anies Baswedan yang sepantasnyalah kini dijuluki seorang tokoh kenegarawanan.

Ketika Anies berhasil memimpin “merenda” ibukota negara Jakarta yang sangat pluralitas sebagai miniatur Indonesia, transisinya sebagai bakal calon Presiden, secara meyakinkan Anies akan mampu dan mumpuni memimpin “merenda” entitas pluralitasnya yang lebih besar sebagai ke-Indonesia-an sebagai satu kesatuan.

Tanpa perahu retak, Anies akan berjuang menakhodainya. Tanpa gading yang tak retak, Anies akan memperjuangkan mengukir sejarahnya.

Dan mewujudkan nilai, semangat dan dorongan besar kekuatan digdaya pada moto pedagogik nan agung itu, ciri dan caranya sudah tampak dan ada ditandai oleh —Anies satu-satunya calon pemimpin negeri yang sudah “dilahirkan” dan “ditakdirkan “, yakni adanya “ghirah” antusiasme yang sangat luar biasa partisipasi publik.

Partisipasi publik itu bukan hasil rekayasa politik yang seringkali ternodai oleh “nila setitik” ambisiusisme dan egoisme pribadi, kelompok dan komunitas tertentu. Yang bakal merusak “susu sebelanga” persatuan dan kesatuan antar warga negara bangsa.

Bukan pula hasil artifisial, buatan dan pesanan orderan politik yang lazim dilakukan oleh rezim penguasa otoritarian yang berambisi mempertahankan dan memperpanjang kekuasaannya.

Tetapi, bertumbuh dan bertunas berdasarkan dari kesukarelaan, keiklasan dan kejujuran, perasaan ketulusan hati, serta apresiasi dan aspirasi rakyat.

Kemudian, betapa kesuburan persemaian partisipasi publik ini nyaris tumbuh dan berkembang merata dari, di dan ke seluruh pelosok negeri nusantara yang seharusnya berseri, tetapi tengah dirundung kesedihan tak terperi.

Terlebih, seiring adanya keinginan dan asa gelombang perubahan besar Indonesia ke depan yang lebih baik. Ketika ada momentum kepemimpinan rezim penguasa Jokowi yang telah banyak berimplikasi merugikan dan menyengsarakan rakyat akan segera berakhir.

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button