Apa Ideologi Tjahjo Kumolo?
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo membuat ulah kembali. Ia mengungkap lebih dari 16 ASN gagal menjadi eselon I. Hal ini karena rekam jejak digital suami maupun istri para ASN tersebut, kerap memantau tokoh radikal melalui media sosial.
“Masalah radikalisme, terorisme. Ini saya bikin stres, dua tahun Menteri PANRB dalam sidang TPA, hampir di atas 16 calon eselon I yang sudah hebat, profesor, doktor, mulai dari bawah naik, ikut TPA, gagal jadi eselon I, gara-gara kelakuan istrinya atau suaminya,” kata Tjahjo (1/12/2021).
Ia melanjutkan,“Istrinya kalau malam, kerjanya buka medsos tokoh-tokoh radikal, tokoh-tokoh teroris. Gagal. Pokoknya yang berbau terorisme, radikalisme, itu ancaman bangsa.”
Menurut Tjahjo, hampir tiap bulan Kementerian PANRB selalu menerbitkan surat keputusan (SK) pemberhentian terhadap ASN, khususnya yang terpapar radikalisme. Sebab, ada bukti rekam jejak digital para ASN yang dipecat tersebut.
“Prinsipnya adalah ASN tidak boleh berkaitan dengan radikalisme dan terorisme. Terlebih untuk calon pejabat pimpinan tinggi (PPT) madya. Walaupun sudah memenuhi kriteria, jika memiliki indikasi terpapar radikalisme dan terorisme, mohon maaf tidak bisa,” tegas Menteri Tjahjo (6/12).
Tjahjo mengaku selalu menerima laporan dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) terkait ASN yang terpapar paham radikal. Bahkan, dirinya telah menandatangani sanksi tegas kepada puluhan ASN setiap bulan. “Jadi jujur, saya menjabat Menpan RB itu ngeri-ngeri sedap. Setiap bulan harus teken dengan Badan Kepegawaian Negara lantaran sebanyak 70-an ASN kena sanksi akibat terpapar terorisme,” terangnya.
Kebijakan Tjahjo ini sebenarnya melawan keadilan. Pengamat terorisme dari Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), Sidney Jones, khawatir pemecatan terhadap ASN bisa memicu dendam terhadap negara. Menurut Sidney, ASN justru bisa kian termotivasi menyebarkan ideologinya secara lebih agresif.
.
Karena itu ia menilai pemerintah harus bersikap adil dalam menjatuhkan sanksi. Sebab organisasi yang belakangan ditetapkan terlarang oleh pemerintah seperti Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tak sepenuhnya berideologi radikal. Itu sebabnya penting, kata Sidney, ada proses banding ketika ASN tersebut dijatuhi hukuman. “Karena kalau hanya ada keputusan saja untuk memecat dan tidak ada banding kadang-kadang tidak adil,”jelasnya.
Kebijakan Menteri Tjahjo itu adalah pelaksanaan dari SKB 11 Menteri tentang penanganan radikalisme ASN. Anggota DPR Fadli Zon, menyebut SKB 11 Menteri itu adalah bukti nyata kemunduran demokrasi di era Jokowi. Bukan hanya itu, Fadli tegas menyebut SKB tersebut berbau Islamofobia.