Atasi Ketimpangan Ekonomi, Fadli Usulkan Keuangan Inklusif
Bali (SI Online) – Faktor penyebab terjadi ketimpangan ekonomi cukup bervariatif, salah satunya akses masyarakat pada lembaga keuangan yang rendah. Karena itu salah satu solusi yang ditawarkan adalah adanya keuangan inklusif.
“Ketimpangan ekonomi jika tak ditangani secara serius, akan menekan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Bahkan dalam jangka panjang, inequality juga akan mengakibatkan gejolak sosial, karena akses dan pemberdayaan masyarakat yang tak merata,”ungkap Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon dalam National Statement di World Parliamentary Forum on Sustainable Development (WPFSD) ke-3 di Bali, Rabu, 5 September 2019.
WPFSD tahun ini mengusung tema “Combating Inequality through Social and Financial Inclusion”.
Itu sebabnya, lanjut Fadli, DPR RI melalui WPFSD 2019 menekankan pentingnya sinergi antara strategi keuangan inklusif dan strategi pembangunan ekonomi untuk menanggulangi kemiskinan secara lebih luas.”
“Bagi negara-negara berkembang, mengatasi ketimpangan ekonomi, tak cukup hanya dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi yang bergantung pada kinerja industri nasional. Sebab, meskipun pertumbuhan ekonomi meningkat, namun kerap tidak berkualitas. Kue ekonomi hanya dinikmati segelintir kelompok,” papar Fadli.
Menurut Fadli, bagi negara-negara berkembang, ketimpangan ekonomi juga perlu diatasi dengan sistem keuangan yang inklusif. Layanan keuangan inklusif membantu kelompok rentan dan berpenghasilan rendah untuk meningkatkan pendapatan mereka, mendapatkan modal, mengelola risiko, dan pada akhirnya bisa membawa keluar dari kemiskinan.
“Untuk konteks Indonesia, sejauh ini sudah menunjukkan perkembangan, meski masih perlu upaya lebih transformatif. Berdasarkan laporan World Bank 2017 tentang Global Financial Inclusion Index (FINDEX), Indonesia tercatat sebagai negara cukup progresif keuangan inklusinya di antara negara-negara Asia Pasifik,” jelas dia.
Fadli memaparkan, perkembangan di Indonesia salah satunya ditandai pertumbuhan jumlah pengguna fintech (financial technology) yang tercatat sangat drastis. Pada 2018 terdapat 1,03 juta pengguna fintech, data per Mei 2019 jumlahnya telah mencapai 8,7 juta. Menurut dia hal Ini menandakan adanya perluasan akses masyarakat terhadap layanan sistem keuangan.
red: farah abdillah