B3++
Ini bukan kode tentang predikat suatu status peringkat ekonomi negara itu disebut sehat atau tidak. Bukan predikat status peringkat suatu kemampuan negara bayar hutang atau tidak, bukan pula predikat peringkat WTP, kinerja perusahaan, apalagi kode vitamin yang membuat kulit semakin glowing.
Tetapi, seperti yang akan dijabarkan dalam artikel politik ini, sesungguhnya sangat mengerikan dan menyeramkan dari realitas sebenarnya: tentang warisan kultur feodal pribadi-pribadi yang membentuk kelompok, kemudian menjadi komunitas, organisasi, lembaga dan masyarakat, akhirnya membentuk bangsa dan negara.
Warisan kultur feodal berupa B3++ dari perjalanan sejarahnya yang evolusioner bisa dilihat dan diteropong dari watak, karakter, dan perilaku kulturalnya yang terus berkepanjangan, berkesinambungan, dan turun temurun mendaki dunia kekuasaan dunia.
Setelah sekian ratus tahun, warisan kultur feodal berupa B3++ itu —padahal paralel dengan dinamika tingkat perkembangan dan perubahan concentia, tingkat rasionalitas pengetahuan dan dasar keyakinan agama-agama sebagai pembawa dan pengawal moral-keimanan masyarakatnya.
Bahkan, meski dibantu dengan dahsyatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, apapun bisa menyebar dalam hitungan per sekian detik hanya tergenggam dengan satu tangan: mondialisasi itu terkompilasi, terekonsiliasi, terfilterisasi bahkan menjadi terintegrasi. Sehingga, mondialisasi itu sesungguhnya hanya desa.
Tetapi, mengapa warisan budaya feodal itu tetap ada di mana-mana? Tidak lenyap ditelan zaman yang seringkali setiap bangsa atau bangsa-bangsa telah melewati masa enligthment peradabannya sekalipun, ketika bangsa itu selesai berjuang setelah jutaan manusia pahlawan mati atau banjir bersimbah basah darah merebut kemerdekaan menjadi korbannya?
Fisik-fisik artifisial kolonialisasi yang menjalankan penjajahan dan imperialisme itu memang telah pergi menjauh meninggalkannya, kembali ke tempat asalnya setelah meraup kekenyangan dan kekayaan.
Tetapi, jiwa dalam feodalisme itu masih bercokol menjadi bermacam-macam bentuk egoisme nafsu ambisi berkuasa, tetap saja berpembalut penyakit kesombongan, keserakahan dan kerakusan.
Yang memang akan terus ada karena akan terus bersinggungan dengan godaan materialisme-kapitalisme-liberal, sifat dan sikap agnostik sebagai moral kepura-puraan, atau dogma komunis yang meniadakan Tuhan, alias atheis, yang ketiganya dibentuk dan terikat oleh anomali-anomali kekuasaan durjana dunia fana.
Ironisnya, aneksasi kolonialisasi bangsa lain yang nyaris sudah lenyap dari permukaan bumi, mirisnya ketika nyaris semua bangsa sudah berkesadaran untuk lebih mencari jalan damai-merdeka ketimbang berperang lagi, berganti baju dengan kolonialisasi baru yang justru menganeksasi kepada bangsa, negara dan rakyatnya sendiri. Seperti kasus Rusia terhadap Ukraina kini.