AL-QUR'AN & HADITS

Bagaimana Penyusunan Ayat dan Surat dalam Al-Qur’an?

Penyusunan ayat dan surat bersifat tauqifi, yakni merupakan hak prerogatif Allah SWT. Allah memerintahkan Rasul-Nya, melalui jalan wahyu, untuk menempatkan setiap ayat di dalam sebuah surat pada posisinya masing-masing.

Rasul Saw bersabda, “Jibril mendatangiku, kemudian memintaku untuk meletakkan ayat ini pada posisi ini di surat ini… Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan berbuat baik, memberi pertolongan kepada kerabat, hingga akhir ayat (An Nahl: 90). [HR. Ahmad dengan isnad yang shahih].

Dan telah terbukti bahwa Beliau Saw membaca sejumlah surat dengan tartib (susunan) ayatnya di dalam shalat atau pada saat Beliau Saw berkhotbah Jumat, dengan disaksikan oleh para sahabat. Ini merupakan bukti, bahwa penyusunan ayat-ayat al-Qur’an bersifat tauqifi.

Selama sahabat menyusun ayat sesuai tartiib (penyusunan) yang mereka dengar dari Nabi Saw yang telah membacakan Al-Qur’an, dan telah mencapai derajat tawaatur, maka penyusunan surat di dalam mushhafpun bersifat tauqifi. Meskipun, menurut Imam Suyuthi dalam Al Itqan fi Ulumil Qur’an, ada sebagian ulama pendapat sebagian bersifat tauqifi dan sebagian lainnya bersifat ijtihadi.

Bukti bahwa susunan surat bersifat tauqifi adalah susunan surat yang disusun oleh Utsman yang tercantum di dalam mushaf-mushaf, dilembagakan dengan susunan seperti itu. (lihat Mabaahits fi ‘Uluum al-Qur’an, Shubhiy al-Shaalih). Susunan tersebut tidak diingkari oleh seorang sahabat pun, ataupun mereka menyangkal penyusunan seperti itu.

Oleh karena itu, pelembagaan Al-Qur’an tersebut termasuk bagian dari Ijma’ Sahabat. Dan Ijma’ Sahabat merupakan salah satu dalil yang diakui secara syar’i.

Imam Suyuthi mengatakan, adapun secara Ijmak, tidak sedikit dari para ulama yang menukil, di antaranya Imam Zarkasyi di dalam kitabnya, Al-Burhan fii Ulumil Qur’an. Abu Ja’far di dalam kitab Munaasabaat wa ‘Ibaraat-nya mengatakan, “Urutan-urutan ayat dalam setiap surat merupakan sesuatu yang disusun berdasarkan tauqif dan perintah Nabi Saw., tanpa diperselisihkan di antara kaum muslimin.”

Adapun nash-nash yang disampaikan oleh para ulama yang menunjukkan bahwa urutan ayat-ayat Al-Qur’an itu bersifat tauqifi adalah:

Pertama: Hadits Zaid yang telah lewat: “Kami di sisi Nabi Saw menyusun (menulis) Al-Qur’an di atas kulit-kulit kering.”

Kedua: Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Hibban, dan Hakim, dari Ibnu Abbas, ia berkata: aku pernah berkata pada Utsman, “Apa yang mendorong kalian untuk menulis surat al-Anfal padahal dia termasuk al-Matsaani, dan surat Baraa’ah padahal dia termasuk al-Mi’ain. Anda juga mendampingkan di antara keduanya, dan kalian tidak menulis di antara keduanya tulisan Bismillaahirrahmaanirrahiim, serta kalian meletakkannya pada golongan As-Sab’u ath-Thiwaal (tujuh surat yang terpanjang)?” Maka Utsman berkata, “Telah turun kepada Rasulullah saw. surat-surat yang memiliki jumlah (ayat), maka setiap ada wahyu turun, beliau memanggil sebagian orang yang menulis wahyu itu, kemudian beliau berkata, ‘Letakkanlah ayat-ayat itu di dalam surat yang disebutkan di dalamnya ini dan itu.’ Surat al-Anfal termasuk di antara surat-surat yang pertama kali diturunkan di Madinah, sedangkan surat Bara’ah termasuk di antara surat-surat yang terakhir diturunkan dan kisah-kisahnyamirip dengan surat al-Anfal. Karena itu, aku mengira bahwa surat Bara’ah itu termasuk surat al-Anfal. Tetapi ketika Rasulullah saw. wafat, beliau tidak menjelaskan kepada kami bahwa ia termasuk surat al-Anfal. Oleh karena itu, aku dampingkan di antara keduanya, dan aku tidak menulis di antara keduanya tulisan Bismillaahirrahmaanirrahim, dan aku meletakkannya pada as-Sab’u ath-Thiwal.”

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button