FOKUS MUSLIMAH

Barbie: Not Just a Movie?

Sungguh, kehidupan ideal seorang perempuan itu bukanlah seperti di dunia Barbie. Gambaran kehidupan yang ideal bagi perempuan itu, tentu yang paling mengetahuinya tidak lain adalah Sang Pencipta makhluk bernama perempuan itu sendiri. Siapa lagi kalau bukan Allah ﷻ? Maka dalam menyelesaikan problem perempuan juga musti dilihat bagaimana aturan Allah ﷻ atas perempuan. Bukan mencari solusi berdasarkan akal sebagaimana ide feminisme, yang akhirnya justru akan melahirkan banyak masalah baru.

Dalam Islam, manusia seluruhnya termasuk perempuan tidak pernah dinilai dari fisiknya. Termasuk dalam kedudukannya dengan laki-laki. Ini berdasarkan QS. Al-Hujurat: 13, bahwa Allah ﷻ menjadikan ketakwaan sebagai standar yang akan menentukan kedudukan seseorang. Dia yang paling bertakwalah yang paling tinggi kedudukannya di sisi Allah ﷻ, bukan soal fisiknya. Apakah kulitnya hitam atau putih, tinggi ataukah pendek, dan sebagainya. Begitu pula tidak membedakan laki-laki ataukah perempuan. Semua berjalan sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing yang telah ditetapkan Allah ﷻ atas keduanya.

Adapun soal kekerasan seksual, Islam juga akan menyelesaikannya secara integral. Sistem pendidikan yang berasaskan aqidah Islam akan mencetak pribadi-pribadi berkepribadian Islam. Mereka yang akan mempunyai pola pikir dan pola sikap selaras dengan syari’at Islam. Media pun tidak akan dibiarkan bebas sebagaimana hari ini. Media dijadikan semata-mata sebagai sarana dakwah yang akan mendorong masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan hukum Islam. Dalam aspek pergaulan, kita akan mendapati kehidupan laki-laki dan perempuan terpisah. Tidak ada khalwat maupun ikhtilat, sehingga interaksinya terjaga.

Islam memuliakan perempuan dengan perannya sebagai ummu warobbatul bait (ibu dan pengatur urusan rumah tangga), ummu madrasatul ula (ibu sebagai madrasah pertama), ummu ajyal (ibu generasi). Islam tidak membebaninya dengan beban ganda harus bekerja. Meskipun demikian, Islam juga memberikan akses yang sama seperti laki-laki dalam mendapatkan pendidikan, layanan kesehatan, termasuk juga peran politiknya.

Semua pengaturan itu, terangkum dalam satu payung institusi yakni Khilafah Islam. Ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam institusi negara. Telah banyak kita dengar bagaimana kemuliaan perempuan dalam Daulah Islam. Sebut saja kasus pengusiran Yahudi Bani Qainuqa’ di masa Rasulullah yang bermula dari pelecehan seorang muslimah. Ataupun pengerahan pasukan oleh Khalifah Mu’tashim, yang juga ditujukan untuk membela seorang muslimah yang dilecehkan, dan banyak peristiwa lainnya.

Inilah peradaban Islam, peradaban yang sama yang telah melahirkan tokoh-tokoh perempuan terkemuka di dunia, seperti Lubna dan Fatimah al-Fihri yang menjadi ilmuwan dan pendiri universitas pertama di dunia. Itu semua bisa dicapai oleh kaum perempuan ketika Islam memuliakannya dan menjaga kehormatannya dalam sistem yang komprehensif di bawah naungan Daulah Islam.

Pada akhirnya, memang tidak kita temukan kemuliaan perempuan itu selain dari kehidupan Islam. Perempuan akan menjadi selayaknya “princess” bukan dengan hidup layaknya Barbie, ataupun mengemban ide feminisme yang justru menjerumuskan. Tapi perempuan akan menjadi “the real princess” ketika berada dalam naungan sistem Islam, peradaban Islam.

Maka, sudah seyogyanya visi dan misi pergerakan perempuan berganti haluan, bukan kepada ide kesetaraan gender tapi justru dengan memperjuangkan tegaknya sistem Islam. Sungguh, kemenangan itu nyata dan kian dekat adanya. Hadanallahu waiyyakum. Wallahua’lam bishshawaab.[]

Muntik A. Hidayah, Koordinator BMIC Malang dan Pegiat Literasi Pena Langit

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button