Belajar dari Raden Saleh
Keikhlasan mendukung atau membantu itu terikat dengan konteks peruntukan. Keikhlasan itu berarti kepercayaan.
Ketika, ternyata, kepercayaan itu dicederai oleh yang dipercaya, itu berarti keikhlasan tadi kehilangan konteksnya.
Si pemberi amanah merasa ditipu, sebab tidak pernah dimintai persetujuan atas perubahan peruntukan itu. Dan yang lebih dahsyat, sebagai transaksi ikhlas, itu berbanding lurus dengan menipu Allah.
Bagi orang-orang ketiga, peristiwa itu menjadi ujian kepekaan empati dan keberpihakan secara akhlak
Ada kisah tentang satu tokoh kunci dalam Perang Jawa (1825-1830). Ia mencederai kepercayaan Diponegoro dengan mencari kemuliaan di sisi orang-orang zalim. Nasibnya terhina dan merana, karena harus menyaksikan tuannya yang sudah sangat memuliakannya dipecundangi orang-orang zalim, dan ia sendiri tertipu akan janji-janji musuh.
Raden Saleh (1811-1880) adalah tipe orang ketiga. Ia masih sangat belia untuk berjuang di sisi Diponegoro yang dikaguminya.
Syahdan, pada 1857, ia melukiskan adegan puncak berakhirnya perang Jawa. Dan memasukkan dua sosok dirinya dalam deretan prajurit Diponegoro yang dilukiskannya.
Ia sangat tahu, dengan reputasinya sebagai pelukis besar, lukisan itu bisa bertahan ratusan tahun dan mengirim pesan simbolik kepada bangsanya pd masa depan. Pada hari ini.
Pesan tentang kepada siapa Raden Saleh berempati dan berpihak
AA, 2020