Berbangga dengan Dua Bendera Pusaka
Wajah anti kalimat tauhid begitu merona dalam lakunya. Saat tahu viral bendera tauhid berkibar di salah satu madrasah aliyah di Sukabumi. Tak perlu pikir panjang, tak pakai basa basi. Ia pun menugaskan untuk dilakukan investigasi dan penelusuran. Rasa takut dam khawatir menggelayuti pikirannya. Bendera yang dianggapnya sebagai bendera milik ormas yang sudah dibubarkan menggejala di kalangan pelajar Islam.
Entah apa yang dia kenang dengan dua pusaka Nabiyullah saw itu. Berkali ditegaskan itu bukan bendera ormas, masih saja mencoba menggiring opini itu bendera yang mengancam NKRI. Dua bendera pusaka Nabi bernama Liwa’ dan Royah malah dikriminalisasi. Padahal dalilnya jelas sekali. Kalimat tauhid yang tersemat sering terucap dalam salat dan ibadah kita. Mengapa jadi antipati?.
Islamofobia benar-benar mewabah. Selembar kain bertulis Laa Ilaaha Illallah saja sudah paniknya luar biasa. Ada apa? Apakah lebih senang anak dan generasi penerus kita mengibar bendera warna warni pelangi dibanding bendera Nabi? Atau lebih bahagia melihat generasi kita terasing dengan pusaka warisan Nabinya? Janganlah ikut latah fobia terhadap simbol-simbol Islam. Menambah geger saja. Bagi umat Islam, mencintai dua bendera Nabi sangatlah dianjurkan. Bahkan harus dikenali agar tak salah menafsiri dan menggeneralisasi.
Jikalau ada teroris berkedok Islam mengibar bendera tauhid, yang salah bukan benderanya, tapi personalnya. Janganlah kita terjebak dengan propaganda dan narasi Barat yang bertujuan melemahkan pemahaman kita tentang Islam. Islamofobia, terorisme, radikalisme, intoleran, adalah diantara narasi Barat untuk melemahkan muda mudi belajar Islam. Tujuannya, agar Islam tak kembali bangkit. Umat jauh dari agamanya. Dan berikutnya, generasi dicekoki dengan budaya asing yang merusak akal, pikiran, dan jiwa mereka. Jelas, kerusakan generasi muda Islam sangat menguntungkan bagi Barat.
Untuk Bapak Menteri, jangan lagi alergi. Apalagi bikin narasi seolah-olah pelajar muda mudi itu terafiliasi dengan kelompok tertentu. Berbanggalah punya anak didik yang cinta dengan simbol agamanya. Mengibar dengan penuh kebanggaan bendera Nabinya. Itu artinya, perasaan Islam mereka masih terpatri dalam jiwa. Beriman bukan alakadarnya. Berislam bukan lip servis semata.
Setiap kaum beriman pasti senang dengan kibaran bendera tauhid. Setiap mukmin mukminah tak akan anti dengan kalimat tauhid. Sebab tauhid-lah pembeda iman dan kekufuran. Jika ada yang mengaku Islam tapi merasa gelisah mendengar kalimat tauhid, merasa gundah melihat Al Liwa dan Ar Royah berkibar, ada sesuatu dalam imannya. Ada yang salah dengan pemikirannya. Dan biasanya yang demikian hanya dialami kaum munafik dan fasik. Virus wahn yang mulai menggerogoti hati. Uang haram hasil korupsi dan riba yang tak berkah. Bisa jadi itulah sebab mereka susah menerima kebenaran yang datang dari Rabbnya.
Jagalah hati dengan iman. Jagalah diri dari rezeki haram. Berbanggalah menjadi muslim beriman. Kelak Rasulullah saw berbangga pada umatnya yang benar-benar mencintainya. Bukan umat abal-abal berbalut nafsu dunia. Namun, hakikatnya tak cinta pada Baginda Nabi Muhammad saw. Semoga kita termasuk bagian dari umat yang dirinduinya. Bernaung dalam syafa’atnya. Bersatu dalam ikatan akidah Islam yang indah. Wallahua’lam.
Chusnatul Jannah
Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban