SUARA PEMBACA

Bersembunyi di Balik Istilah PPKM

Pemerintah pusat resmi mengumumkan bahwa kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat alias PPKM  diberlakukan sejak 3 Juli sampai 20 Juli 2021 khusus di Jawa dan Bali. PPKM darurat ini, akan meliputi pembatasan aktivitas masyarakat yang lebih ketat dari yang selama ini sudah berlaku. Keputusan yang harus ditempuh untuk membendung penyebaran Covid-19 di Tanah Air (Tempo.co, 1/7/21).

Hadirnya varian anyar dari Virus Corona itu menjadi persoalan serius di banyak negara, tak terkecuali Indonesia. Per hari ini, laman covid19.go.id mencatat ada penambahan 24.836 kasus terkonfirmasi Covid-19. Sehingga, jumlahnya menjadi 2.203.108 kasus. Dari jumlah tersebut, tercatat 253.826 kasus aktif, 1.890.287 kasus sembuh, dan 58.995 kasus meninggal.

Pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat, dinilai akan mengoreksi ekspektasi pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II-2021, yang sebelumnya diperkirakan akan keluar dari zona kontraksi. Hal itu diutarakan anggota DPR RI Komisi XI, Ahmad Yohan, yang memprediksi bahwa PPKM Darurat ini akan menekan konsumsi masyarakat dan investasi, serta nilai tambah PDB di kuartal II-2021.

“Kita punya beban berat untuk menghela atau mengungkit pergerakan ekonomi keluar dari zona negatif di kuartal II-2021,” kata Yohan dalam keterangan tertulisnya (Viva.co.id, 4/7/21).

Para ahli menganggap PPKM darurat bukan kebijakan yang efektif untuk antisipasi kegentingan dan ledakan covid. Hanya berubah istilah dari kebijakan sebelumnya yang tidak terbukti ampuh dan justru membingungkan.

PPKM darurat diambil sebagai kebijakan pemerintah pusat untuk mengatasi lonjakan kasus covid ini. Namun tiap hari sejak diberlakukan kebijakan ini, kasus baru dan angka kematian terus mencetak rekor tertinggi. Jelas ini sudah mencapai ambang kekhawatiran.

Sebanyak 13 rumah sakit swasta di Surabaya, Jawa Timur, terpaksa menutup sementara layanan instalasi gawat darurat atau IGD bagi pasien Covid-19. Layanan kesehatan hampir kolaps meski sedang ditempuh pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat 3-20 Juli 2021 (Kompas.com, 5/7/21).

Kebijakan yang sering kali mengecewakan masyarakat, seolah menegaskan bahwa kebijakan yang dibuat memang tidak banyak berpihak pada rakyat dan sarat dengan kepentingan. Karena sistem kapitalis tidak akan membuat kebijakan yang mengorbankan keuntungan materi atas nama penyelamatan ekonomi, yang seharusnya berfokus pada penyelamatan nyawa.

Masyarakat pun semakin jenuh dengan berbagai kebijakan pemerintah yang sedari awal memang tak menguntungkan rakyat. Kebijakan ini besar kemungkinan gagal dalam menyelesaikan pandemi. Bisa jadi kondisinya semakin parah lantaran masyarakat semakin terzalimi.

Harusnya disadari sistem kapitalis sampai kapanpun tidak akan pernah mensejahterakan rakyat. Kehidupan rakyat semakin hari semakin terpuruk. Rakyat makmur dan terpenuhi segala kebutuhannya seolah jauh panggang dari api. Menjamin akan memenuhi segala fasilitas publik seperti fasilitas kesehatan saja terkesan gagap dan gugup.

Terbukti antrian panjang dan pontang pantingnya rakyat dalam mencari tabung oksigen atau mencari fasilitas rumah sakit yang memadai untuk perawatan yang sakit. Ini membuktikan betapa sistem ini abai terhadap urusan vital rakyat. Bahkan untuk menutupi ketidakmampuannya, penguasa berdalih bahwa lonjakan pandemi terjadi karena ketidakpatuhan rakyat terhadap prokes.

Sejak awal pemerintah telah salah langkah dan tidak adanya upaya yang serius dalam menanggapi ketika wabah baru terjadi. Mereka sibuk menggenjot perekonomian yang sesungguhnya milik korporasi. Kesehatan dan keselamatan jiwa rakyat jadi taruhannya. Sungguh, setiap kebijakan pemerintah semakin menanamkan ketidakpercayaan rakyat kepada penguasa.

Jadi akar persoalan tak terselesaikannya persoalan pandemi ini, bukanlah sebatas kebijakan PPKM darurat dengan seabrek istilah. Namun, cara penyelesaiannya dengan menggunakan sistem kapitalis. Di mana sistem ini mengedepankan untung rugi. Bukan negara memberikan pelayanan terhadap rakyatnya. Faktanya keuntungan materi lebih utama dari keselamatan nyawa. Sejatinya, sistem kapitalis disaat yang sama menghilangkan peran Allah SWT dalam mengatur kehidupan bernegara.

Kerja sama antara rakyat dan penguasa adalah niscaya dalam menyelesaikan pandemi ini.  Dan satu-satunya sistem yang mampu mewujudkan kebaikan dan keselamatan pada nyawa manusia tentunya berasal dari Sang Maha Pencipta yang mengetahui hakikat manusia itu sendiri. Dan sistem Islamlah satu-satunya solusi atasi pandemi. Seperti tertuang dalam firman Allah SWT:

“Siapa saja yang bertakwa pada Allah, akan Allah berikan padanya jalan keluar dan rezeki yang tidak terduga, dan siapa yang bertawakal pada Allah, maka Allah akan cukupi (kebutuhannya).” (TQS at Thalaq: 2-3)

Wallahu’alam Bissawab.

Puji Ariyanti, Pegiat Literasi untuk Peradaban.

Artikel Terkait

Back to top button