Bestari Anas bin Malik
Anas bin Malik sedang fokus. Ia menyaksikan seksama seorang pemuda yang usianya tak begitu jauh darinya sedang tergopoh-gopoh. Waktu itu suasana begitu getir. Musuh kembali memercik masalah, Islam menjawab dengan jihad fii sabilillah.
Raut wajah si pemuda nampak antusias. Perang kali ini tak mau ia lewatkan. Anas bin Malik, bocah yang bahkan mungkin, masih kurang dari usia 14 tahun itu penasaran apa yang hendak dilakukan si pemuda. Ya, pemuda tersebut berasal dari Bani Aslam. Generasi muda di bawah asuhan nubuwwah. Generasi kekecualian zaman.
Biasanya singa padang pasir hanya lahir dua atau tiga saja. Namun sejak Baginda Rasulullah, singa-singa padang pasir bukan lahir dua, tiga atau empat. Melainkan segenerasi. Membuat kesatuan khusus yang kita kenal sebagai mujahidin, orang-orang yang berjihad.
Menulis kata “singa” untuk disematkan kepada para sahabat Baginda Nabi adalah pujian. Bukan pengkerdilan, apalagi umpatan. Penulis yang mengklaim sebagai umat setia Baginda tahu betul seberani apa para singa padang pasir. Singa gurun. Singa Islam yang mengaum. Menerjang setiap lawannya.
Kembali ke kisah. Ternyata yang dilakukan pemuda tadi adalah menemui kawannya yang sedang sakit.
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku hendak ikut berperang, namun tidak memiliki perlengkapan,” keluh si pemuda.
Baginda memberi solusi. Jika si pemuda benar-benar serius untuk berjihad, mestinya ia menyiapkan peralatan perang. Musuh di luar sana begitu beringas nan buas. Harus ada persiapan. Kemilau cahaya Allah berpihak pada Madinah, keluar dari temaram lama yang redup redam. Peradaban Madinah kini siap menyahut tantangan hingar-bingar kekuatan global.
Si pemuda ingin berperan. Menjadi lentera yang menyinari jagat temaram peradaban Yastrib. Temaram Yastrib terganti lentera Madinah. Bagi para pemuda, jika tidak berperan, mereka bakal baperan. Animo pemuda Muslim waktu itu akan memandang sebelah mata siapa saja yang tak punya ghirah perjuangan. Sanksi sosial akan menghukumnya. Lidah-lidah akan menggunjing setiap jiwa pecundang. Membuat baper siapa saja yang tak mau menyambut seruan. Tak peduli ia orang miskin atau bangsawan terpandang. Ada seruan jihad, ya anda harus datang.
Si pemuda tak punya peralatan perang. Maka Baginda menunjuki siapa yang harus ia datangi. Ternyata ada kawannya yang sedang sakit.
“Datangilah si fulan. Ia telah mempersiapkan perlengkapan perang, namun ia jatuh sakit,” titah Baginda.
Dari situlah si pemuda antusias mendatangi kawannya. Setiba di rumah kawannya pun, ia langsung meminjam perlengkapan perang.
“Rasulullah menitipkan salam padamu, beliau bertitah agar engkau memberikan perlengkapan perang kepadaku,” ujar si pemuda.