TELADAN

Hingga Hidayah Menjemput Amir bin Ash

Amr bin Ash adalah sahabat Rasulullah yang sejak di masa jahiliyah dikenal sebagai figur politisi dan diplomat yang ulung, cerdik, jenius, dan visioner. Kisah hidayah Islamnya dimulai saat perang Khandaq atau sering juga disebut perang Ahzab tahun 5 H. Saat pasukan Ahzab (sekutu) gagal mengalahkan Daulah Islam Madinah, Amr tahu bahwa kekuatan maupun kekuasaan Quraisy Makkah tidak lama lagi akan berakhir.

Amr melihat jerih payah 10 ribu pasukan Ahzab saat mengepung Madinah, di mana pasukan Quraisy yang berkekuatan penuh tergabung dalam Ahzab, harus gagal menghadapi Daulah Islam Madinah. Bahkan bisa dibilang mengalami kekalahan.

Pasca kegagalan Ahzab itulah ia berkata pada dirinya sendiri “Berapa kali aku sudah melakukan kejahatan! demi Allah, Muhammad pasti menang atas Quraisy” (Al-Bidayah Wa Nihayah, jld 6, h, 450; juga diriwayatkan Imam Al-Baihaqi, Dalail An-Nubuwwah jld 4, h. 343-356).

Ia paham pasca Khandaq, sebagai salah satu panglima perang hebat, tak ada lagi yang bisa dilakukan Quraisy, ia sudah pesimis dengan kekuatan Quraisy. Ia juga yakin jika Makkah tidak lama lagi pasti akan dikuasai Rasulullah, apalagi di perang Badar dan perang Uhud Amr juga sudah tahu kekuatan kaum Muslimin. Perang Uhud tidak bisa dianggap Quraisy Makkah yang menang, karena dalam hitungan hari saja ada perang Hamraul Asad, pasca perang Uhud. Perang itu disebut sebagai serangan balasan dari Madinah. Peristiwa-peristiwa ini tentu jadi tekanan mental yang luar biasa bagi Amr.

Tidak lupa juga, jauh sebelumnya, dalam peristiwa dialog Ja’far bin Abi Thalib, Amr bin Ash dan Raja An-Najasy saat hijrah Habasyah kedua (tahun 5 bi’tsah). Sebagai delegasi dan negosiator ulung Quraisy, Amr juga sudah dikalahkan secara telak oleh Ja’far bin Abi Thalib. Walhasil kita tahu hadiah-hadiah dari Quraisy melalui Amr bin Ash untuk Najasyi ditolak oleh raja Habasyah tersebut. Dua delegasi Quraisy Makkah Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah pun pulang ke Makkah dengan memalukan.

Saat itu Amr belum tahu kalau raja An-Najasyi masuk Islam secara diam-diam sejak kaum Muslimin Hijrah ke Habasyah, juga karena kehebatan dakwah Ja’far. Amr merupakan sahabat An-Najasyi, ia sering mengunjungi raja An-Najasyi dan dipastikan bukan hanya kunjungan-kunjungan yang diriwayatkan saja dalam sejarah, melainkan rutinan.

Dengan demikian sangat mungkin dalam dialog-dialognya dengan An-Najasy di tiap prtemuan itu menjadikan Amr tidak lagi menjadi tokoh utama yang menentang Islam, selanjutnya kita tahu setelah kegagalan negosiasinya di Habasyah buku-buku sirah Nabawiyah tidak lagi mencatatnya sebagai penentang utama Islam meskipun ia sendiri baru menjadi mualaf pada bulan Safar tahun 8 H.

Perang batin dalam diri tokoh yang disebut Umar bin Khaththab sebagai Urthubun Arab ini, memuncak di masa perjanjian Hudaibiyah, khususnya pasca perang Khaibar. Quraisy mendapat hantaman telak dari segi mental karena Yahudi Khaibar dan suku Gathafan sebagai sekutu terkuat Quraisy dikalahkan habis-habisan oleh Madinah.

Selanjutnya Amr yang sudah putus asa bersama keluarganya, Bani Sahm, ‘hijrah’ ke Habasyah dengan pertimbangan jika Madinah dapat menguasai Makkah, Amr dan kaumnya akan aman di Habasyah, apalagi raja An-Najasyi adalah sahabat Amr. Singkat cerita An-Najasyi yang sudah lama masuk Islam itu menyuruh Amr beriman saja kepada Rasulullah Muhammad SAW dan akhirnya Amr masuk Islam secara pribadi di hadapan An-Najasyi, itu terjadi awal tahun 8 H, setelah itu bulan Safar tersebut ia sendirian kembali ke Hijaz.

Dalam perjalanannya ke Madinah ia bertemu Khalid bin Walid dan Utsman bin Thalhah yang juga berniat masuk Islam, mereka bertiga bersama-sama pergi ke Madinah, bersyahadat di hadapan Rasulullah (Al-Waqidi, Al-Maghazi, bab Amr bin Ash Memeluk Islam h. 759-767)

Hidayah menjemput seorang Amr bin Ash dengan lika-liku keindahannya, karena paham akan keutamaan figur Amr, Khalid bin Walid dan Utsman bin Thalhah itulah hingga Rasulullah bersabda “Makkah telah melepas jantung-jantung hatinya untuk kita (Islam).” (HR Ibnu Abdil Bar, Muhammad Musthafa Azami, 65 Sekretaris Nabi, h. 168).

Wallahu’alam.

Ilham Martasyabana
Pegiat Sejarah Islam

Artikel Terkait

Back to top button