Bestari Anas bin Malik
Kawannya langsung setuju. Lalu memerintahkan istri tercintanya, “Wahai istriku, berikanlah peralatan perang yang telah kupersiapan itu padanya. Demi Allah, jangan tertinggal sesuatu apapun, tidaklah sedikitpun dari pemberian ini kecuali Allah akan memberikan keberkahannya padamu,” diabadikan dalam Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud dan Musnad Ahmad.
Hebat, Anas bin Malik pandai menutupi aib. Apanya yang aib? Keimanan level sahabat Rasulullah, akan menganggap batalnya pergi ke medan jihad sebagai aib. Ya tentu beda dengan keimanan kita. Jangan sekali-sekali kau samakan langit biru dengan tanah yang becek. Anas bin Malik mengisahkannya dengan berujar “fulan, fulan dan fulan”.
Menilik kisah tersebut. Tidak mungkin seorang kawan yang belum ter-shibghah memberikan perlengkapannya secara cuma-cuma. Tidak bakal pemuda yang belum ngaji, punya antuasisme semacam itu. Ia menyambut seruan melawan musuh laksana pemuda milenial diajak nonton bioskop XXI gratis di Plaza Senayan, lengkap dengan popcorn ukuran large dan minumannya.
Riwayat ini menuturkan generasi ideal yang layak jadi role model. Darah muda yang bebas mecin, boyband, drakor, game online dan video porno. Yang mereka tahu hanyalah membesarkan kalimat tauhid. Kebesaran Islam. Wajar, tak perlu waktu lama Allah mewarisi bumi kepada mereka. Warisan yang kelak diratapi tangis Heraclius dan Kisra, mereka kabur terkentut-kentut dari istananya masing-masing. Keduanya bernasib tragis. Menyaksikan istana dan wilayahnya diambil alih oleh darah muda didikan nubuwwah.
Apa kabar Anas bin Malik? Bocah yang menuturkan kisah. Ia mewarisi kisah ini di usianya yang beranjak senja. Kala itu ia sudah jadi ulama besar. Ilmunya jadi rebutan para thulab dari kalangan tabi’in. Dengan bangga dan penuh kebesaran, Anas mengucurkan mata air kisah ini kepada para santrinya.
Sejak kecil Anas telah jadi pelayan Baginda. Ia anak yang cermat. Ia termasuk ‘yang berani’ meriwayatkan hal-hal pribadi tentang Baginda, bahkan rumah tangganya. Jika ada hadits Rasulullah perihal rumah tangga, kalaupun tidak diceritakan oleh Ummahatul Mukminin, kemungkinan akan dikisahkan oleh Anas bin Malik. Itupun dengan harapan agar orang-orang mengambil pelajaran dari segala peri kehidupan Baginda yang tanpa cela.
Contoh lain kecermatannya, hadits tentang Ummul Mukminin Aisyah yang menjatuhkan nampan hingga pecah. Kisah tersebut sangat terkenal. Nampan milik Zainab binti Jahsy yang dipecahkan Aisyah, awalnya disebabkan Ummul Mukminin Zainab ikut-ikutan mengirim makanan di hari giliran Aisyah. Di rumah Baginda saat itu banyak tamu. Rasa cemburu tak terhindari, hingga nampan jamuan yang disiapkan Zainab pun pecah dipukul Aisyah putri ash-Shiddiq.
Dengan stay cool, Baginda mengumpulkan makanan yang berhamburan sambil menyusun kembali pecahan nampan. Menenangkan tamu hadirin dari ‘kehebohan’ itu, beliau cukup berujar: “Makanlah, ibu kalian sedang cemburu.”
Dalam Islam, makanan dilarang keras mubazir. Makanan yang terjatuh dari nampan baiknya dimakan segera. Kisah tersebut direkam dalam Shahih al-Bukhari.
Anas bin Malik tahu betul peristiwa yang menghebohkan itu. Sebagai anak angkat dan pelayan setia Baginda, ia menyimak langsung peristiwa “nampan pecah” tersebut. Kehebohan yang mewarnai dinamika rumah tangga Baginda Rasulullah.
Anas tahu nampan dikirim Zainab, meski yang datang ke rumah hanyalah pelayan utusan Zainab. Zainab sendiri tidak hadir di sana. Bisa jadi ia hanya terkejut begitu tahu nampan indahnya telah hancur berkeping-keping diganti dengan nampan yang baru. Nampan terbaik milik Aisyah, sebagai tebusan memecahkan barang orang.
Anas bin Malik begitu cermat dan detil menuturkan cerita “nampan pecah”. Teriwayatkan dari generasi ke generasi.