OPINI

Cahaya Islam, Asa Perubahan untuk Ibu Pertiwi

Indonesia. Negeri Muslim terbesar di dunia. Negeri gemah ripah loh jinawi. Negeri yang diberkahi dengan segunung kekayaan alamnya. Tidak hanya memiliki gunungan emas dan tembaga. Indonesia juga memiliki segunung problematika yang tak kunjung tuntas.

Pasca Pilpres 2019, bukan asa indah bahwa negeri ini akan baik-baik saja. Sebaliknya negeri ini semakin tampak dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Menolak lupa misteri 700 petugas KPPS yang tewas pasca Pilpres 2019, hingga hari ini belum juga terpecahkan. Tragedi Berdarah 22-23 Mei 2019 masih menjadi cerita sedih. Dimana publik masih bertanya-tanya siapa yang harus bertanggung jawab.

Asa rakyat kian pupus dengan berbagai kebijakan rezim yang semakin mencekik. Naiknya iuran BPJS Kesehatan yang semakin melangit. Impor yang kian membanjir dan menggila. Ancaman liberalisasi listrik dan ekonomi lewat berbagai agenda investasi Kapitalisme Merah China. Utang yang kian melangit. Dan pahitnya derita rakyat kian bertambah duka, dengan rentetan tragedi berdarah di tanah Papua.

Arah perubahan yang diharapkan rakyat, dimana penguasa kian peduli dan adil, serta mampu mensejahterakan rakyat. Kian hari kian sirna dengan berbagai kebijakan dan tingkah pola penguasa dalam balutan pencitraan. Sebaliknya rakyat semakin dibuat geram dengan tingkah laku anggota dewan yang terhormat. Dimana mereka tidak hanya mematikan KPK tapi juga berupaya mensahkan berbagai RUU yang bermasalah.

Gelombang aksi mahasiswa di sejumlah daerah tidak juga membuat penguasa negeri ini membuka mata, bahwa kondisi negeri ini tidak baik-baik saja. Sebaliknya tindakan pembungkaman menjadi respon atas bangkitnya suara mahasiswa. Bukti. Sesungguhnya rezim ini tidak hanya panik tapi juga culas. Karena hanya mementingkan kepentingan para elit dan kapitalis. Tindakan anarkis dan represif oknum aparat kepada peserta aksi, menambah deretan bukti bahwa rezim ini rezim anti kritik dan represif.

Melihat kondisi negeri yang dicengkeram berbagai kepentingan para elit dan kapitalis. Lalu bagaimana rakyat meraih asa menuju perubahan hakiki?

Indonesia dalam Cengkeraman Kapitalisme Global

Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, dalam sebuah forum diskusi bertajuk Tantangan Bangsa Indonesia Kini dan Masa Depan di Universitas Indonesia, Salemba, Jakarta Pusat, pada Rabu (14/8/2019), menyebut Indonesia merupakan negara ini telah menganut sistem kapitalis yang liberal. Tapi, Indonesia, malu untuk mengakuinya. (cnnindonesia.com, 14/8/2019).

Pernyataan Surya Paloh tersebut sejatinya benar adanya. Tidak hanya produk hukum yang dihasilkan oleh lembaga eksekutif dan legislatif yang beraroma kapitalisme liberalisme. Indonesia juga semakin meneguhkan kedudukannya sebagai negara yang berada dalam kontrol kapitalisme global. Hal ini dapat dilihat dari dua indikator.

Pertama, konsep pembangunan infrastruktur, pembangunan sumber daya manusia, investasi, reformasi birokrasi dan APBN dalam praktik pemerintahan selama ini, sepenuhnya mengacu pada paradigma batil sekulerisme kapitalisme. Khususnya paradigma neolib good governance dan politik ekonomi neolib yang didukung penuh oleh sistem kehidupan sekuler. Khususnya politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme, yang sejalan dengan agenda globalisasi. Dimana fungsi dan peran negara hanyalah pembuat aturan untuk memuluskan berbagai kepentingan korporasi dan hegemoni.

Kedua, menjadi rahasia publik bahwa Indonesia hari ini, berada dalam cengkeraman dan tekanan kekuatan kapitalisme global, baik yang berada di Barat maupun di Timur. Khususnya ada Amerika di Barat, dan China di Timur. Sehingga baik dalam politik dalam negeri maupun politik luar negerinya, Indonesia tidak pernah mandiri. Hal ini terlihat dari berbagai agenda politik dan program pemerintah yang tidak berdasarkan pada tuntutan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Misal, berbagai agenda yang sejalan dengan agenda PBB, IMF, WHO, WTO, World Bank, dll yang masif digencarkan. Termasuk agenda bermuatan feminisme melalui Planet 50:50, maupun CEDAW. Program JKN, WCU, Revolusi Industri 4.0 pun merupakan agenda kapitalisme global yang dikemas secara cantik. Padahal semua agenda tersebut adalah racun yang disuntikan ke dalam tubuh Indonesia. Tujuannya tidak lain untuk mengokohkan hegemoni dan neoimperalisme atas Indonesia.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button