Chinaisasi Nyala Listrik
Sejatinya menyerahkan pelayan sektor publik ke asing/swasta merupakan konsekuensi yang harus diambil negara kapitalis liberal. Dalam bingkai Kapitalisme Liberalisme, peran negara hanya menjadi regulator/pembuat aturan untuk memuluskan berbagai agenda dan kepentingan kapitalis. Termasuk dalam proyek Chinaisasi nyala listrik yang kini menjerat negeri.
Agenda dan kepentingan kapitalis di atas kepentingan rakyat. Tak heran bila kekayaan dan sumber daya alam yang sejatinya milik rakyat, manfaatnya sama sekali tidak dirasakan rakyat. Sebaliknya sumber-sumber kekayaan rakyat tersebut dikelola dan dikuasai kapitalis. Sedangkan rakyat semakin dibuat sengsara, karena mesti mengeluarkan banyak uang untuk mengakses layanan publik. Termasuk dalam mendapatkan nyala listrik.
Jelas liberalisasi hanya mendatangkan dampak buruk bagi rakyat. Karena pelayanan publik menjadi ajang bisnis yang berorientasi keuntungan. Inilah yang patut diwaspadai. Liberalisasi semakin membuka lebar jalan perampokan kepemilikan dan pelayanan publik oleh para kapitalis, khususnya kapitalis merah yaitu China.
Dalam pandangan Islam, listrik sebagai bahan bakar termasuk dalam kategori api (energi) yang merupakan milik umum. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara: padang rumput (kebun/hutan), air, dan api (energi).” (HR. Ahmad).
Sebagai kepemilikan umum, menjadi kewajiban negara mengelola sektor kelistrikan. Tata kelola ini mulai dari penyediaan berbagai sarana dan prasarana penyediaan listrik seperti tiang listrik, gardu, mesin pembangkit, dan sebagainya. Termasuk menyediakan sumber-sumber tenaga listrik yang termasuk kepemilikan umum, misal: batubara, migas dan panas bumi.
Karena terkait dengan kepemilikan umum yang dimana hasilnya untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Maka, menjadi haram menyerahkan tata kelola kelistrikan kepada pihak asing/swasta dengan dalih apapun. Apatah lagi jika kerjasama dengan pihak asing/swasta tersebut menjadi jalan bagi asing menjajah negeri.
Alhasil Chinaisasi nyala listrik jelas harus segera dipadamkan. Karena jika terus dibiarkan nyalanya, tak ayal lagi akan menguras habis energi listrik yang seharusnya menjadi milik rakyat. Sebaliknya, nyala listrik akan menerangi rakyat secara terang benderang, jika tata kelolanya diserahkan kepada Islam. Karena hanya Islam yang mampu mengelola nyala listrik sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Tentunya jika aturan Islam diterapkan secara kaffah dalam institusi negara. Wallahu a’lam.
Ummu Naflah
Penulis, Muslimah Peduli Negeri