Cobaan Ulama Besar Al Khatib Al Baghdadi
Cobaan yang Menimpanya
Al Khatib dilahirkan, dibesarkan dan tumbuh dewasa di kota Baghdad. Ia kemudian mengembara, melakukan perjalanan intelektual yang panjang ke berbagai negeri. Tatkala balik ke Baghdad, popularitasnya telah lebih dulu terdengar oleh Dinasti Kekhalifahan Abbasiyah.
Di Baghdad, para pencari ilmu banyak yang mendatanginya. Tak hanya itu, para muhadits (pakar hadits) juga berduyun-duyun menghadiri majelisnya. Selain ilmunya yang luas dalam bidang hadits, al Khatib juga seorang ahli fikih yang berilmu luas dan bermazhab Syafi’i. Ditambah lagi ia juga menguasai sepuluh bacaan (qiraat) Al-Qur’an.
Penguasaan ilmu yang luas itu menjadikan al Khatib didatangi para pejabat teras negara juga. Antara lain al wazir (menteri) Ibnul Maslamah yang memiliki pemahaman agama yang baik dan mencintai para ulama, terutama ahli hadits. Ibnul Maslamah sangat memuliakan dan menghormatinya.
Kedudukan Al Khatib makin meningkat di mata Ibnul Maslamah, setelah al Khatib mengungkap upaya kecurangan yang dilakukan kalangan professional untuk menghindari pajak.
Melihat kepakaran hadits al Khatib, Ibnul Maslamah akhirnya mengeluarkan perintah kepada seluruh pengkhutbah, penceramah dan juru tulis agar jangan meriwayatkan sebuah hadits tanpa mengkonfirmasikan lebih dulu kepada al Khatib. Jika al Khatib menilainya shahih, mereka boleh menyiarkannya. Jika ia menolak hadits itu, maka mereka tidak boleh menyampaikannya.
Hubungan erat antara Al Khatib al Baghdadi dan al wazir Ibnul Maslamah menjadi factor utama timbulnya cobaan dan fitnah yang menimpa al Khatib. Pasalnya saat itu Baghdad yang merupakan ibukota Dinasti Abbasiyah sedang digoncang isu pertikaian SARA. Hal itu disebabkan lemahnya posisi khalifah Abbasiyah yang kehilangan berbagai otoritasnya, kira-kira sejak sepuluh tahun sebelumnya. Yaitu tepatnya sejak hegemoni Syiah Daulah al Buwaihiyah atas kekhalifahan pada 334 H.
Sejak saat itu, kedudukan khalifah hanya tinggal sekedar simbol keagamaan, tanpa mampu mengeluarkan perintah atau larangan. Ketika itu, Baghdad sedang digoyang berbagai konflik kelompok. Konflik paling keras terjadi antara kelompok Syiah Rafidhah dengan Ahlussunnah. Pemimpin Syiah Rafidhah adalah Abul Harits al Basasiri –salah seorang penganut Syiah Rafidhah kental yang menjadi petinggi militer pemerintahan Abbasiyah—yang condong kepada pemerintahan Daulah Fathimiyah di Mesir. Kecenderungan ini terjadi disebabkan kesamaan mazhab dan keyakinan.
Kelompok ahlussunnah sendiri merupakan kelompok mayoritas yang mencerminkan paham mayoritas penduduk negeri. Pemimpin mereka saat itu adalah Perdana Menteri Ibnul Maslamah, seorang tokoh yang shalih dan yang sangat benci kepada kaum Rafidhah. Ibnul Maslamah dan al Basasiri terlibat permusuhan, pertikaian dan tindakan saling menjatuhkan antara keduanya.
Pada tahun 450 H, al Basasiri berkonspirasi dengan Khalifah Daulah Fatimiyah al Muntashir Billah. Melalui bantuan orang-orang kelompok Rafidhah Baghdad di kawasan Bab al Azaj dan al Karkh, Al Basasiri berhasil mengepung kota Baghdad dan mengkudeta Khalifah Dinasti Abbasiyah al Qaim Billah dan bahkan meruntuhkan seluruh kekuasaan kekhalifahan Abbasiyah.
Sukses menguasai Baghdad, al Basasiri tidak memiliki cita-cita selain menangkap musuh bebuyutannya yaitu Ibnul Maslamah. Ia berhasil meringkus Ibnul Maslamah. Kemudian al Basasiri menjatuhkan tuduhan dusta kepadanya, menyiksanya, mengintimidasi dan membunuhnya secara keji.
Setelah membunuh Ibnul Maslamah, al Basasiri mulai mengincar para ulama, tokoh dan petinggi kelompok Ahlussunnah. Siapa saja yang berhasil ditankap, pastilah ia membunuhnya dan merusak jenazahnya. Demikian yang selalu dilakukan Syiah Rafidhah terhadap pengikut Ahlussunnah ketika meraih kedudukan dan kekuasaan. Apa yang terjadi di Afghanistan, Irak dan Lebanon pada zaman sekarang merupan bukti paling shahih atas kebusukan jiwa kelompok Syiah Rafidhah terhadap Ahlussunnah.
Kemudian al Basasiri juga berupaya keras untuk membekuk al Khatib al Baghdadi, karena ia tahu hubungan erat al Khatib dengan Ibnul Maslamah. Maka, al Khatib bersembunyi dari pandangan masyarakat selama beberapa waktu, sampai meredanya upaya perburuan al Basasiri terhadapnya.