Cukupkah Sekadar ‘Speak Up’ Kekerasan Seksual Perempuan dan Anak?
Berita kekerasan terhadap perempuan dan anak belakangan ini menjadi topik terhangat. Apalagi ditambah dengan adanya kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang menimpa artis ternama negeri ini.
Menteri Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengajak masyarakat berani angkat bicara apabila menjadi korban atau sebagai saksi pelecehan seksual ke perempuan dan anak.
“Pada kesempatan ini, kami sampaikan tidak pernah berhenti dari tahun 2020 untuk mengampanyekan dare to speak up, akan menjadi penting bahwa tidak hanya korban yang melaporkan, tetapi yang mendengar, melihat juga harus melaporkan,” kata Bintang dalam kampanye bertajuk Ayo Stop Kekerasan Seksual terhadap Perempuan dan Anak saat di Car Free Day di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Ahad (25/9/2022).
Bintang mengungkapkan, ajakan kepada masyarakat untuk berani angkat bicara bertujuan untuk memberikan keadilan terhadap korban dan efek jera untuk pelaku pelecehan seksual. (Kompas.com, 25/09/2022)
Banyaknya kasus KDRT sudah sangat Meresahkan. Buktinya di salah satu wilayah saja, seperti Yogyakarta kasus ini sudah mencapai angka ratusan. Pemkot Yogyakarta mencatat 156 kasus kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT ) terjadi di wilayahnya sepanjang tahun 2022 ini. Dari rentetan kasus tersebut, 24 di antaranya berlanjut hingga meja hijau.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta Edy Muhammad, menuturkan, bahwa data tersebut merupakan rangkuman insiden KDRT yang terjadi hingga bulan Agustus.
“Kasus KDRT itu yang tercatat dalam Sistem Informasi Gender dan Anak (SIGA). Artinya, itu data gabungan termsuk dari lembaga lain, untuk Kota Yogyakarta,” tandasnya, Ahad (2/10/2022), seperti dilansir Tribunnews.com.
Permasalahan KDRT tentunya tidak timbul sendiri tanpa penyebab yang melatarbelakanginya. Permasalahan ekonomi dan perselingkuhan menjadi faktor utama kasus ini. Kehidupan masyarakat yang makin hari makin sulit tidak dapat dipungkiri membuat semakin rapuhnya benteng-benteng pertahanan rumah tangga. Tak hanya itu sistem lingkungan kerja dan pergaulan yang bebas senantiasa memberikan peluang terjadinya kasus perselingkuhan. Hal ini seperti lingkaran setan yang berujung pada porak-porandanya tatanan keluarga.
Dengan demikian, maraknya kasus KDRT tidak hanya butuh speak up saja, akan tetapi butuh solusi yang mendasar yang mampu tuntaskan masalah KDRT. Apalagi sudah ada banyak regulasi yang disahkan di negeri ini, akan tetapi regulasi tersebut tidak berdaya mengatasinya.
Hal ini dikarenakan negara tak memberikan dukungan yang serius dalam upaya mewujudkan sistem kehidupan yang mendorong terbentuknya keluarga sakinah mawadah warahmah. Sistem pemerintahan kapitalisme-liberalisme telah menghancurkan sendi-sendi pertahanan rumah tangga. Tidak ada lagi ketenangan, yang tercipta dari sistem ini hanyalah ketegangan, yang tentunya tidak menutup kemungkinan melahirkan individu-individu yang temperamental yang cenderung melakukan kekerasan.
Hanya dengan pondasi agama dan sistem pemerintahan yang menjaga agama individu masyarakatnya yang mampu melahirkan ketenangan dan kesejahteraan. Dengan begitu maka akan terbentuklah manusia-manusia yang berakhakul karimah serta memiliki sisi kemanusiaan yang tinggi. Wallahu a’lam.
Diana Nofalia, Aktivis Dakwah.