Dakwah dan Tantangan Internal Pengembannya
مَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً حَسَنَةً، فَلَهُ أَجْرُهَا، وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِي الْإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً، كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
“Barangsiapa mencontohkan dalam Islam suatu contoh yang baik, maka ia akan mendapatkan pahalanya, dan pahala orang yang melakukannya setelahnya; tanpa berkurang sesuatu apapun dari pahala mereka. Dan barangsiapa yang mencontohkan dalam Islam suatu contoh yang buruk, maka ia menanggung dosanya dan dosa orang yang mengerjakannya setelah dia, tanpa berkurang sesuatu pun dari dosa-dosa mereka.” (HR. Muslim).
Hadits mulia dengan rangkaian kata-kata yang indah di atas, memberikan energi besar bagi seorang muslim untuk senantiasa dalam kebaikan dan menjauhi keburukan. Setiap kebaikan adalah kepastian mendatangkan pahala untuk diri sendiri. Sebaliknya keburukan, tak hanya dosa yang dituai tapi kehidupan akan dilingkupi pengaruh negatif dari keburukan tersebut.
Bagi muslim tak hanya mencukupkan kebaikan tersebut untuk diri sendiri. Tapi mendakwahkan kebaikan tersebut kepada yang lain. Pun sama berusaha menjauhkan diri dari keburukan sekaligus mencegah keburukan pada orang lain. Karena kebaikan dan keburukan yang dilakukan berpotensi menjadi pahala dan dosa jariyah.
Salah satu kebahagiaan tak terkira bagi seorang muslim adalah ketika dia meninggal mendapati pahala masih mengalir untuknya. Karena pahala tersebut diperoleh dari kebaikan orang-orang yang diseru dalam dakwahnya. Pahala ini tak hanya menerangi alam kuburnya, tapi mengantarkannya pada taman syurga dan keridhaan Allah. Sebaliknya kecelakaan yang amat besar bagi seorang muslim ketika dia meninggal mendapati dosa masih mengalir untuknya. Karena dosa tersebut diperoleh dari keburukan orang-rang yang mencontoh perbuatan buruknya di dunia. Dosa ini tak hanya menyiksanya di alam kuburnya, tapi mengantarkannya pada tempat kembali terburuk dan kemurkaan Allah.
Belajar dari Dakwah Rasulullah Saw dan Para Sahabat
Dengan ini, pengemban dakwah harus selalu semangat menyampaikan Islam. Bergerak dan beraktivitas karena Allah dan terus memantaskan dirinya di hadapanNya. Karena dakwah yang berpahala besar, dipastikan ada ujian dan rintangannya. Seperti yang dialami oleh Rasulullah Saw dan para sahabat.
Cacian hinaan yang menjatuhkan martabat dengan digelari orang gila, dukun dan penyihir tak menyurutkan dakwah Rasulullah Saw dan para sahabat. Tawaran kenikmatan dunia berupa wanita, harta dan tahta, agar Rasulullah Saw menghentikan dakwah tak menyilaukan beliau. Bahkan Rasulullah Saw dengan lantang menolaknya: “Andai mereka dapat meletakan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku agar aku menghentikan dakwah ini, maka aku tak akan meninggalkan dakwah ini hingga Allah memenangkannya atau aku binasa di jalannya”.
Pun sama dengan siksaan secara fisik yang dilakukan kafir Quraisy. Tak hanya pada sejumlah sahabat yang lemah seperti keluarga Yasir Sumayyah, Bilal bi Rabbah, Khabbab bin al-Aratt dan sebagainya. Tapi juga menimpa Rasulullah Saw dan sahabat yang berada seperti Abu Bakar as Shiddiq, Utsman bin Affan, Musha’ab bin ‘Umair dan sebagainya. Walaupun siksaan membabi buta di luar batas kemanusiaan bahkan sejumlah sahabat syahid karenanya, dakwah Islam tak mundur malah semakin bersinar.
Kafir Quraisy mulai kehabisan akal menghentikan dakwah. Cara tak manusiawi terus mereka lanjutkan, dengan melakukan pemboikotan. Kafir Quraisy bersepakat untuk tidak melakukan pernikahan, jual beli, berteman dan berbicara pada Bani Hasyim dan Bani Muthallib. Kaum muslim saat itu kekurangan makanan, sehingga terpaksa makan dedaunan dan kulit binatang. Kelaparan dan penderitaan tersebut terjadi bukan dalam waktu yang singkat tapi selama tiga tahun.