OPINI

Dilema HAM Universal Versus Kepentingan Nasional

Hal ini mendapat kritik internasional yang dianggap tidak mencerminkan nilai nilai universal dan tidak bisa disebut sebagai representatif sebuah organisasi internasional. Namun organisasi internasional ini tetap meratifikasi konteks konteks perjanjian HAM Internasional tertentu. Dan ini menjadi awal mula konsepsi HAM internasional terkait norma norma agama menjadi runcing berhadapan dengan negara negara lain.

Konsepsi HAM Universal yang direalisasikan melalui saluran LSM internasional ke masyarakat sipil di negara dunia ketiga (ASIA) dan negara mayoritas penduduk Islam menjadikan beberapa konteks konsepsi HAM Universal tidak relevan untuk diterapkan. Sebagian kalangan melihat penerapannya memanipulasi konstitusi negara, merusak teori Hak Asasi Manusia yang utama dan dilegitimasi oleh hukum internasional sebagai hukum yang mengikat semua negara dianggap terlalu memaksa.

UDHR, LSM dan pemerintah negara-negara anggota adalah aktor pendorong Konsepsi HAM Universal yang paling efektif di seluruh dunia baik sebagai “saluran” atau sebagai pengawas, pemantau pelanggaran demi memastikan Konsepsi HAM Universal di hormati, direalisasikan kebijakannya dan di tetapkan dalam konstitusi negara. Dasar hukum internasional telah memberi ruang yang luas untuk memastikan konsepsi HAM Universal dipertanggungjawabkan oleh seluruh negara anggota.

Bagaimana kedudukan Konsepsi HAM Universal sebagai aspirasi UDHR menjadikan konteksnya sebagai obligasi negara negara anggota? National interest adalah konstitusi tertinggi. Konsepsi yang dibuat negara lain atau lembaga internasional tidak bisa melanggar konsepsi domestik yang menjadi kepentingan nasional suatu negara. Walaupun UDHR dibentuk dengan pengaruh besar negara negara barat dan non barat tapi tidak berarti segala dokumen dan konsepsi yang dibuat dapat diterapkan seluruhnya ke negara anggota.

Konsepsi HAM Universal hanya sesuai di terapkan pada negara negara barat yang multikultural dan tidak memiliki nilai nilai komunal. Konteksnya berbenturan dengan dasar HAM mayoritas masyarakat yang memiliki asal usul filosofis agama, budaya, sosial, politik, tantanan hukum dan identitas ideologi yang kuat dan proyek globalisasi ini tidak bisa begitu saja di adopsi dan di legitimasi ke negara dunia ke tiga dan negara mayoritas penduduk Islam. Argumen Konsepsi HAM Universal atas nama kedaulatan dan pembangunan ekonomi adalah salah arah dan berpotensi penyalahgunaan organisasi, dimana atas nama lembaga dunia merasa berhak mendikte, membangun klaim dan berkuasa menentukan konteks hukum HAM mereka di negara lain.

Penulis menyebutnya sebagai radikalisme HAM universal, dimana argumen yang dibangun “saluran saluran” Konsepsi HAM Universal tidak mempertimbangkan reaksi masyarakat sipil. Penilaian mereka yang menganggap Konsepsi HAM domestik dan Konsepsi HAM agama Islam dianggap otoriter, eksklusif, sempit dan tidak adil, perlu mereka buktikan, bagaimana dengan negara negara barat dan non barat yang menerapkan Konsepsi HAM Universal apakah hak hak masyarakat mereka yang paling minimal benar benar sudah terpenuhi. Bila kita melihat realitas di zaman informasi yang terbuka maka akan tampak masalah sosial yang serius di negara negara barat dan non barat yang mengancam kepentingan nasional negara mereka di masa depan.

Konsepsi HAM Universal lebih tampak sebagai neo imperialisme budaya dengan mengkonsolidasi konsep kepentingan secara otoriter. Jika UDHR memiliki keperdulian nyata terhadap persoalan HAM di dunia, mengapa mereka tidak nyata pada negara negara yang jelas bermasalah dengan HAM nya. Masalah HAM Universal yang ber Prioritas Tinggi perlu kerja nyata UDHR adalah persoalan HAM masyarakat muslim Palestina, komunitas Muslim Uyghur China, komunitas Muslim Rohingya Myanmar, komunitas Muslim Syria, komunitas muslim India, komunitas pengungsian di negara negara dunia ketiga dan lain sebagainya.

UDHR tidak bisa meletakkan persoalan HAM ini menjadi tidak prioritas atau membuat alasan tidak bisa intervensi ke negara tersebut karena pelanggaran HAM yang menimpa kaum muslim dianggap sebagai keputusan atau kebijakan domestik setiap negara yang tidak boleh dicampuri. Dapat disimpulkan bahwa Konsepsi HAM Universal berangkat dari aspirasional sekelompok individu yang di generalisir menjadi klaim neo imperialisme kepentingan barat untuk menghegemoni budaya, menghegemoni pemikiran masyarakat negara dunia ketiga dengan menggunakan isu universalitas untuk melemahkan kedaulatan negara.

Declaration of Human Rights yang menjadi landasan HAM dari banyaknya perjanjian yang mengikat negara anggota tidak bisa dijadikan tolok ukur untuk di adopsi menjadi standart HAM manusia di dunia. Norma norma deklarasi yang hanya berlandaskan aspirasi bebas bukan landasan historis sejarah atau pun agama, tidak memiliki bobot HAM yang sempurna.

Otoritas final menerapkan atau tidak menerapkan deklarasi berada di tangan forum musyawarah 193 negara anggota untuk memperoleh gagasan insentif dalam menerima atau menolak gagasan tersebut. Artinya otoritas direalisasikan atau tidaknya dokumen itu bukan di tangan UDHR dan LSM Internasional. Sumber pemikiran, implementasi, tergantung dari para aktor aktor diplomatik setiap negara di PBB untuk merumuskan Konsepsi HAM seperti apa yang patut diuniversalkan. Forum musyawarah ini diadakan untuk menghindari benturan benturan dengan Konsepsi HAM setiap negara dan norma norma agama Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button