OPINI

Dilema HAM Universal Versus Kepentingan Nasional

Hukum Islam sebagai konsepsi hukum pertama dan tertua di dunia harus mendapat tempat untuk di pergunakan sebagai sarana membangun Konsepsi HAM Internasional. Apalagi dengan mayoritas negara anggota PBB adalah negara Islam maka tidak sulit merumuskan gagasan gagasan Konsepsi HAM berprioritas tinggi yang memayungi HAM internasional.

Jika kita perhatikan lebih dalam wujud nyata aspirasional itu tersosialisasi, kita menemukan aspirasional yang tidak sejalan dengan hak asasi yang bersumber dari kodrat manusia yang tampak sebagai aspirasi sebuah kelompok minoritas yang mengkontruksikannya menjadi universal dan dirumuskan sebagai prinsip politik. Konsepsi HAM Universal ini bukan saja perlu ditolak tapi juga harus dihapus dalam pasal deklarasi. Di mata penulis poin Konsepsi HAM Universal saat ini tidaklah ideal, karena:

• Tidak berefek positif pada jangka panjang kepentingan nasional suatu negara.
• Konsepsi HAM Universal adalah media kontrol menanamkan idealisme/way of life baru yang melanggar syariat agama.
• Konsepsi HAM Universal membentuk narasi yang membenturkan umat beragama dengan konten nasionalisme yang berpotensi melemahkan kedaulatan dan persatuan bangsa.
• Menjauhkan umat beragama dari keotentikan ajaran agamanya mengganti dengan konsep ideologi universal dunia.
• LSM sebagai “saluran” memakai sarana media dan informasi bertindak melampaui batas kedaulatan negara mempropagandakan nilai nilai Konsepsi HAM Universal secara massif.
• Memanfaatkan generasi muda bangsa sebagai duta Konsepsi HAM Universal
• Menjadikan Konsepsi HAM Universal sebagai sarana kerjasama kolektif yang tidak relevan.
• Menseragamkan ideologi dengan menghegemoni pemikiran sebagai sarana mencapai keamanan kolektif yang tidak efektif.

Pemerintah Indonesia perlu menetapkan undang undang yang mengutamakan kepentingan nasional dibanding mengambil seluruh nilai-nilai internasional yang tidak semuanya sesuai dengan UUD 1945 dan landasan hukum HAM Indonesia. Indonesia harus menempatkan diri di kancah politik internasional demi merumuskan nilai nilai HAM Universal berprioritas Tinggi untuk kembali ke jati diri politik luar negeri Indonesia di PBB sebagai landasan historis Indonesia bergabung di PBB pada 1949.

Indonesia bergabung di PBB sebagai negara yang bersedia mengikuti upaya upaya berani menegakkan Hak Asasi Manusia dengan membebaskan negara negara terjajah, mengakhiri kolonialisme, mengutuk eksploitasi negara-negara barat terhadap negara negara berkembang, menghancurkan apartheid dan diskriminasi rasial di Afrika Selatan saat itu, yang seharusnya cita-cita dan ideologi itu diteruskan para diplomat Indonesia di PBB.

Konteks Konsepsi HAM Internasional saat ini semakin mundur, di mana konsepsi HAM prioritas tinggi tidak terumus padahal keberadaannya adalah sebagai upaya penegakan HAM yang mengancam jiwa dan keselamatan manusia di beberapa negara konflik saat ini harus dapat ditembus. Hendaknya Organisasi HAM Internasional dapat mengembalikan martabatnya dengan tidak berinovasi dengan aspirasi yang tidak dibutuhkan negara negara di dunia dan kembali memperkuat pembahasan dan tindakan kongkret pada nilai nilai HAM berprioritas tinggi.

Fitriah Abdul Aziz, S.Sos.
Mahasiswa Pascasarjana Diplomatik HI Universitas Paramadina
Fungsionaris DPP Partai Dakwah Rakyat Indonesia
Wakil Ketua Umum Muslimat Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia

Laman sebelumnya 1 2 3

Artikel Terkait

Back to top button