SUARA PEMBACA

Isapan Jempol HAM

Apa kabar KM 50? Tiga tahun telah berlalu tanpa kepastian. Tak terungkap alasan yang memuaskan rasa keadilan dan kemanusiaan. Atas alasan apa para laskar dibuntuti hingga dibunuh? Dan hingga kini, kasus KM 50 ini seperti ditelan bumi. Tak ada itikad baik untuk mengungkap dengan terang benderang ke publik.

Teranyar, tragedi Rempang. Arogansi aparat digunakan demi kepentingan investor. Memaksa masyarakat angkat kaki dari tempat tinggal yang sudah secara turun temurun menjadi ruang hidup mereka. Meskipun tak ada korban luka dan meninggal dunia, namun kejadian itu menimbulkan trauma mendalam bagi warga Pulau Rempang Batam. Pasca tragedi, hidup mereka pun dibayang-bayangi ketakutan jika sewaktu-waktu aksi anarkis aparat untuk mengusir mereka terjadi lagi.

Kasus KM 50 terkategori sebagai kasus unlawful killing, pembunuhan yang terjadi di luar proses hukum aparat. Dan jelas terjadi pelanggaran HAM di sana. Sedangkan kasus Rempang termasuk kasus pelanggaran HAM berat. Kedua kasus tersebut hanyalah salah dua dari banyaknya kasus pelanggaran HAM di negeri yang katanya paling demokratis.

Harap maklum jika indeks skor HAM RI mengalami penurunan. Setara Institute bersama International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) menyatakan skor rata-rata indeks HAM RI 2023 adalah 3,2, turun 0,1 dibandingkan tahun lalu (cnnindonesia.com, 10/12/2023). Rentang indeks skor HAM berkisar antara 1 hingga 7. Dengan skala 1 menunjukkan buruknya perlindungan, penghormatan dan pemenuhan HAM. Sebaliknya, skala 7 menunjukkan baiknya perlindungan, penghormatan dan pemenuhan HAM.

Berbicara tentang HAM, ide ini lahir dari rahim PBB pada tahun 1948. Serangkaian aturan dengan 30 pasal yang dibuat PBB. Bertujuan melindungi setiap individu di seluruh negara atas hak asasi manusianya. Diantaranya adalah hak atas hidup, keamanan dan kebebasan.

Ide HAM begitu diagung-agungkan dan diharapkan menciptakan kedamaian. Faktanya, nilai-nilai HAM ini hanyalah isapan jempol, tak pernah terwujud secara nyata. Setidaknya ada dua faktor mengapa ide HAM hanyalah isapan jempol.

Pertama, manusia didapuk sebagai pembuat aturan. Alhasil, aroma kepentingan pribadi dan golongan akan menyeruak diantara produk hukum yang dibuatnya. Dan implementasi dari aturan tersebut jelas takkan mampu mengakomodir hak-hak orang lain, sebab hanya mengutamakan kepentingan si pembuat aturan.

Kedua, tak ada definisi dan batasan tentang kebebasan. Alhasil, masing-masing orang merasa memiliki hak untuk berbuat apapun meskipun mengancam keamanan orang lain. Ketahuilah, kebebasan seekor serigala akan mengancam kehidupan seekor kambing.

Kedua faktor ini muncul akibat penerapan sistem sekuler liberal kapitalisme. AS sebagai negara pengusung ideologi kapitalisme, sekaligus mengaku si paling HAM sedunia pun memiliki standar ganda. Semua negara dilarangnya mengembangkan persenjataan nuklir dengan alasan bisa mengancam kehidupan manusia. Sementara Departemen Pertahanan AS mengatakan mereka berusaha untuk menciptakan varian modern dari bom gravitasi nuklir B61, yang disebut B61-13. Daya ledaknya melebihi dari bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki.

AS juga mendukung penuh entitas Yahudi menggenosida rakyat Palestina. Mengusulkan solusi dua negara di tanah Palestina. Dan membiarkan zionis Yahudi terus menggusur pemukiman warga Palestina. Membiarkan tragedi kemanusiaan di bumi Palestina, Membiarkan pelanggaran HAM berat yang dilakukan entitas Yahudi. Bahkan menggunakan hak vetonya di sidang PBB untuk membatalkan perintah gencatan senjata. Jadi, apa yang bisa kita harapkan dari ide HAM?

Di Indonesia sendiri, ide HAM justru menghalangi pendidikan karakter anak berbasis Islam. Saat ada guru mengajari berkerudung namun si anak SMA merasa tertekan atas pengajaran itu, HAM datang bak pahlawan membela si anak dan si guru justru diberi sanksi. HAM juga melindungi mereka-mereka yang tak mau menerima kodrat penciptaannya. Berkembanglah perilaku LGBT yang sebenarnya bisa membahayakan kelangsungan eksistensi manusia.

HAM justru tak bisa banyak berkutik saat berhadapan dengan kekuasaan. Meskipun telah merilis kasus pelanggaran HAM mulai dari yang ringan hingga berat, telah ada indeks atau skor HAM, namun tetap tak ada tindakan tegas atas kasus-kasus tersebut. Dan rakyat selalu menjadi korban di setiap konflik.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button