Each for Equal, Ilusi Sesat Kesetaraan Gender
Islam Memuliakan Perempuan
Islam merupakan akidah yang memancarkan seperangkat aturan yang komprehensif dan paripurna. Tidak satu pun lepas dari aturan Islam, termasuk dalam menuntaskan problematika perempuan. Islam jelas memiliki paradigma yang berbeda dan khas tentang perempuan dan kedudukannya terhadap laki-laki.
Islam menempatkan laki-laki dan perempuan dalam kedudukan yang sama-sama mulia. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam.” (TQS. Al-Israa’ [17]:70).
Sedangkan tolok ukur yang dapat membedakan kemuliaan keduanya adalah ketakwaannya saja. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.” (TQS. Al-Hujuraat [49]:13).
Islam telah menempatkan perempuan pada kedudukan istimewa. Peran istimewa ini berjalan secara strategis dalam dalam dua ranah kehidupan.
Di ranah domestik, peran perempuan sebagai al-umm rabbatul bait dan madrasahtul ula. Ia dibekali seperangkat potensi untuk melahirkan, menyusuhi, mengasuh, mendidik dan membimbing anak-anaknya.
Sebagai ibu ia berperan menyiapkan generasi yang berkepribadian dan bertsaqafah Islam. Ia melahirkan generasi pemimpin masa depan, ujung tombak peradaban Islam. Generasi yang cerdas, handal, tangguh dan menjadikan Islam sebagai solusi dari segala tantangan di masa datang.
Sementara sebagai seorang istri, ia berperan mengatur seluruh urusan rumah tangganya. Ia seorang ibu dan istri yang menjadi pilar dalam selamatnya sebuah bangunan keluarga.
Di ranah publik, seorang perempuan memiliki kewajiban yang sama dengan laki-laki dalam menuntut ilmu setinggi-tingginya. Sebagaima sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: ”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah).
Perempuan juga dibebani kewajiban yang sama dalam mengemban dakwah Islam tanpa terkecuali. Sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (TQS. Ali Imran [3]: 104).
Namun, dalam perannya di ranah publik ia berkewajiban menutup aurat secara syar’i. Yang demikian adalah bentuk penjagaan Allah Ta’ala kepada perempuan. Agar terjaga kehormatannya dan tidak diganggu. (QS. Al-Ahzab [33]: 59 dan QS. An-Nur [24]: 31).
Islam juga tidak melarang perempuan berkiprah di ranah publik dengan berbagai profesinya. Tentunya selama dalam bingkai syariat dan tanpa mengabaikan kewajibannya. Dalam kehidupan bernegara, perempuan pun memiliki peran besar dalam rangka muhasabah lil hukmi/mengoreksi penguasa.
Jelas kiprah dan peran mulia perempuan ini sangat luar biasa, sebab Islam mengaturnya secara ideal dan proporsional. Dan cita-cita inilah yang seharusnya ada di benak perempuan masa kini. Cita-cita mulia yang dapat diwujudkan ketika Islam diterapkan secara kaffah.
Jannatu Naflah
Ibu Generasi Khoiru Ummah, Pemerhati Perempuan dan Anak