OPINI

Each for Equal, Ilusi Sesat Kesetaraan Gender

Tagar HappyWomensDay2020 memuncaki trending topic Twitter pada Ahad, 8/3/2020. Tagar tersebut bertahan hingga sore hari, guna memperingati International Women’s Day (IWD) 2020.

Mengangkat tema Each for Equal, IWD 2020 kembali menjadi ajang kampanye kesetaraan gender oleh kaum feminis, baik di dunia nyata maupun jagad maya.

Mengusung ide yang sama setiap tahunnya. Nyatanya kondisi perempuan hari ini jauh dari apa yang dicita-citakan para aktivisnya. Mengingat perempuan dalam kacamata mereka, masih menjadi warga kelas dua di dalam ruang-ruang ekonomi, politik, sosial, budaya dan hukum.

Tentunya ini menjadi pertanyaan besar bagi para aktivisnya. Sebab isu ini tak henti-hentinya digaungkan di setiap momen International Women’s Day. Lalu sebenarnya apa yang salah?

Kesetaraan Gender Ide Menyesatkan

Dalam rangka mengawali International Women’s Day 2020, Komnas Perempuan dalam laman resminya komnasperempuan.go.id merilis Catatan Tahunan (CATAHU) pada 6 Maret 2020. Catatan tersebut berisi rekam data berbagai bentuk dan spektrum kekerasaan pada perempuan dan anak. Data tersebut dihimpun dari berbagai lembaga negara, LSM maupun laporan kasus kekerasaan pada perempuan dan anak, yang masuk ke Komnas Perempuan sepanjang tahun 2019.

Data tersebut mencatat dalam kurun waktu 12 tahun, kasus kekerasan pada perempuan meningkat tajam sebesar 792% atau meningkat hampir delapan kali lipat. Ini menunjukkan bahwa kondisi perempuan di Indonesia jauh dari kata aman. Demikian pula Kekerasan terhadap Anak Perempuan (KTAP) melonjak sebanyak 2.341 kasus dari tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 1.417. Artinya mengalami kenaikan 65% dari tahun sebelumnya.

Meningkatnya kasus kekerasaan perempuan dan anak jelas mengundang keprihatinan kita. Mengingat gencarnya para aktivis perempuan menyuarakan ide kesetaraan gender. Alih-alih berbagai agenda dan kampanye tersebut berhasil menurunkan kasus kekerasaan pada perempuan dan anak. Sebaliknya, kasus kekerasan perempuan dan anak terus meningkat setiap tahunnya.

Data yang dirilis Komnas Perempuan juga semakin membuktikan bahwa kapitalisme-liberalisme telah gagal menjamin keamanan dan kesejahteraan perempuan. Di satu sisi, berbagai resep yang direkomendasikan sejatinya hanyalah solusi tambal sulam, yang tidak menuntaskan akar persoalan. Sebaliknya semakin menjerumuskan perempuan dan anak ke jurang kenistaan.

Misal, kampanye gerakan He for She sebagai upaya memperluas komitmen untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada perempuan. Sehingga memperoleh akses kesehatan, pendidikan dan ekonomi yang layak. Di mana gerakan ini bertujuan untuk mengubah dominasi kelompok laki-laki atas perempuan dengan perbandingan 70% laki-laki dan 30% perempuan seperti yang selama ini terjadi.

Namun, hingga hari ini tampaknya gagasan tersebut tidak memberikan kontribusi lebih dalam mengangkat problematika perempuan. Walaupun kuota 30% perempuan di parlemen berhasil diraih. Faktanya tak memberikan perubahan yang signifikan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan.

Contoh lainnya, dalam tataran hukum, RUU Penghapusan Kekerasan Perempuan yang digagas para aktivis perempuan, justru menuai polemik. Alih-alih menuntaskan kasus kekerasan perempuan. RUUP-KS ditengarai ditumpangi oleh penumpang gelap yang memiliki agenda jahat melegalisasi aborsi, LGBT dan zina.

Berbagai solusi yang ditawarkan kapitalisme telah menjerumuskan perempuan untuk menanggalkan fitrahnya. Yaitu dengan berkiprah seluas-luas di ranah publik demi iming-iming peningkatkan taraf ekonomi. Berkiprahnya perempuan secara luas di bidang ekonomi dimanfaatkan para kapitalis untuk menggenjot perekonomian dunia. Inilah sejatinya niat jahat yang tersembunyi di balik berbagai agenda dan rekomendasi kaum feminis.

Di sisi lain, fitrahnya sebagai ibu generasi sukses dikebiri. Alhasil kerusakan tatanan keluarga dan masyarakat menjadi ancaman. Sebab minimnya peran ibu sebagai al-umm wa rabbatul bait dan madrasah ula bagi anak-anaknya.

Jelas solusi tersebut berhasil menciptakan seabrek masalah baru yang semakin ruwet. Sebab ditunggangi berbagai agenda jahat kaum feminis radikal yang mengusung ide kebebasan. Di mana ide kebebasan menjadi cara Barat menghancurkan generasi kaum Muslimin.

Sungguh isu kesetaraan dan keadilan gender tak hanya menyesatkan perempuan. Tetapi juga menjadi ancaman besar bagi runtuhnya bangunan Islam mulai dari keluarga hingga negara. Inilah yang wajib kita waspadai!

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button