Empat Faktor Penyebab Penyimpangan Seksual dari Perspektif Ushul Tarbiyah Islamiyah
Faktor Lingkungan & Pergaulan
Rasulullah ‘alaihis sholatu wassalam pernah menegaskan: “Al-mar’u ‘alā dīni kholīlihi” (seseorang itu akan sangat dipengaruhi oleh agama teman dekatnya). Potongan Hadits riwayat Imam Ahmad itu, jelas menekankan akan pentingnya faktor pergaulan. Termasuk pengaruhnya dalam penyimpangan seksual.
Ibnul ‘Utsaimin dalam Qoulul Mufīd, mengomentari kisah wafatnya Abu Tholib dalam keadaan kafir, karena disebabkan oleh pengaruh pertemanan dengan para pembesar Quraisy yang menjerumuskan.
Bahkan dalam Al-Muqoddimah, Ibnu Khaldun menegaskan: “Al-Insānu ibnu bi’atihi” (manusia itu adalah anak dari lingkungan yang melingkupinya). Yang pada era milenial ini, lingkungan itu mencakup: bacaan, audio dan tontonan.
Ibarat cocok tanam, lingkungan dan pergaulan adalah iklim dan cuaca yang menyuburkan bagi faktor bawaan dari lahir (bibit) dan masa pengasuhan yang problematik (penyemaian).
Bahkan, saat kedua faktor pendahulu itu aman pun, jika faktor yang ketiga ini bermasalah, maka penyimpangan akan bisa terjadi. Disinilah sebenarnya proses penularan penyimpangan seksual sering berlangsung. Karena buruknya akhlaq itu menular (Sū’ul khuluqi yu’dī). Apalagi jika pengaruh buruk itu didukung oleh dana besar dan gerakan yang terstruktur.
Penularan disini jangan dibayangkan harus melalui virus atau bakteri. Tetapi penularan orientasi dan perilaku yang menyimpang itu bisa terjadi ketika si individu pernah menjadi objek penyimpangan (balas dendam atau ketagihan). Bisa juga karena pernah melihatnya, lalu timbul rasa ingin tahu, ingin mencoba dan merasakan sensasinya.
Faktor pergaulan dan lingkungan ini menjadi lebih besar pengaruhnya pada anak saat ia berada pada Marhalah Murāhaqah (masa pubertas), dimana pada usia ini anak mulai menjauh dari lingkungan keluarga inti, baik karena jarak geografis (karena kuliah keluar kota misalnya), karena karetakan rumah tangga, atau karena problem kedekatan dengan orang tua.
Disinilah, orang tua bukan hanya berkewajiban memastikan bahwa teman dan lingkungan yang mengitari anaknya aman, tetapi juga sangat penting membangun komunikasi intim dengan sang anak, hingga ketika ia mengalami masalah (termasuk seksual), ia mau terbuka kepada pihak yang paling tepat (orang tua).
Dalam hal ini, kisah kedekatan emosional antara Rasulullah dan putrinya Fathimah adalah teladan utama. Dimana saat Fathimah sudah menikah pun, ia tak sungkan “curhat” permasalahan rumah tangganya kepada Sang Ayah.