MASAIL FIQHIYAH

Empat Faktor Penyebab Penyimpangan Seksual dari Perspektif Ushul Tarbiyah Islamiyah

“Demi jiwa dan penciptaannya yang sempurna. Lalu Allah ilhamkan padanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya. Sungguh beruntunglah siapa yang menyucikannya. Dan merugilah siapa yang mengotorinya” (QS. Asy-Syams: 7-10).

Dari hebohnya kasus “Predator Seks” asal Indonesia di Manchester akhir-akhir ini, banyak teman yang bertanya soal penyimpangan seksual (orientasi dan perilaku), apakah itu murni karena faktor bawaan dari lahir atau karena faktor lain?

Saya tidak akan berbicara secara khusus tentang kasus tersebut, karena itu membutuhkan pendalaman kronologi yang komprehensif. Pun bukan domain saya untuk berbicara detail dari sisi psikologi dan seksologi.

Di saat para pakar berdebat soal faktor penyebab penyimpangan (apakah genetik dan hormonal ansich, atau karena pola pengasuhan, atau karena penularan), saya berpendapat bahwa semua faktor itu mempunyai andil, yang akan saya uraikan secara singkat dari kacamata Ushūl Tarbiyah Islāmiyah berikut ini:

Faktor Bawaan dari Lahir

Sebagaimana terkandung dalam ayat-ayat di atas, setiap individu manusia dilahirkan dengan dua potensi utama: Fujūr (kejahatan) dan Taqwā (ketakwaan). Tentu dengan berbagai pembagian dan turunannya.

Potensi-potensi itu bisa jadi bukan hanya ada dalam Nafsiyah (kejiwaan) manusia. Tetapi pada individu tertentu, sangat mungkin itu wujud secara genetik dan hormonal. Seperti ditemukannya jenis Kromosom Xq-28 yang diduga banyak dimiliki oleh kaum Gay.

Namun itu baru potensi (baca: modal). Apakah kedua potensi tersebut akan menjelma menjadi sebuah penyimpangan di kemudian hari? Termasuk penyimpangan seksual? Itu akan sangat tergantung dengan faktor lainnya.

Contoh kasus: soal individu yang terlahir dengan hormon seksual yang berlebih. Ia akan baik-baik saja jika faktor-faktor lain tidak menyuburkannya menjadi sebuah penyimpangan. Faktor-faktor itu bisa berupa asupan makanan, pola pengasuhan, nilai agama yang tertanam, dan pengaruh lingkungan. Bahkan jika bisa men-taujih-nya, “kelainan” itu bisa berubah menjadi sesuatu yang positif.

Contoh lain adalah soal Liwāth dan Sihāq (homoseksual). Termasuk soal Mukhonnats (banci). Sudah maklum bahwa dalam diri manusia (laki-laki dan perempuan) terkandung dua sifat sekaligus: Rujulah (maskulinitas) dan Unutsah (femininitas). Tentu dengan prosentase besar-kecil yang berbeda-beda.

Nah, kedua potensi tersebut akankah menjelma menjadi sebuah penyimpangan? Seperti menjadi gay, lesbi, perilaku tomboi, dan kebancian? Itu akan sangat tergantung dengan faktor-faktor yang lain, apakah akan menyuburkannya atau merehabilitasinya.

Jadi, kalaupun faktor bawaan dari lahir ini memang ada, itu tidak dominan pengaruhnya pada penyimpangan seksual. Bahkan Prof. George Rice dan Prof. Alan Sanders (1998) menegaskan, prosentasenya paling banyak hanya 5%. Sisanya 95% ditentukan oleh faktor lain. Dari sini, siapa pun tidak bisa ber-apologi bahwa penyimpangan itu terjadi karena takdir.

1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button